Thursday 21 May 2009

TANJUNG BUNGA AS MARINE TOURISM

KELOMPOK 9

UMMU KALSUM UKKAS K111 08 578
LABASRI K111 08 590
SARAH NUR IKHLAS K111 06 090
RINA FITRIANTY.A K111 07 603
HETTI ISMA.S K111 07 619
HANANANG WALIYAH K111 07 024


BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG


Sulsel memiliki berbagai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.
Potensi tersebut meliputi potensi geografis (Sulawesi Selatan merupakan pintu gerbang Kawasan Indonesia Timur, pusat lalu lintas udara dan laut antara kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia-red), potensi sumberdaya manusia (Sulsel pada 2006 berpenduduk 7.629.138 jiwa, penduduk usia kerja 5.257.238 orang, angkatan kerja 3.005.723 orang, serta tenaga kerja 2.738.732 orang.
Selain itu, Sulsel juga memiliki potensi sumberdaya alam, dalam bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan, perikanan dan kelautan, pertambangan, serta pariwisata.
Potensi sumberdaya infrastruktur yang dimiliki Sulsel terutama Bandar Udara Hasanuddin yang bertaraf internasional di Makassar, dan beberapa bandara perintis di kabupaten.
Sementara potensi pariwisata yang dimiliki dan banyak dikunjungi wisatawa mancanegara, antara lain Benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam) di Makassar, obyek wisata budaya di Tana Toraja, serta pembuatan kapal tradisional perahu Phinisi, pantai pasir putih Tanjung Bira, dan wilayah adat Ammatoa Kajang di Bulukumba.dari berbgai potensi yang dimiliki SUL-SEL inilah akan menarik banyak wisatawan. Tanjung bunga sebagai salah satu objek wisata kota Makassar menjadi salah satu pilihan dimana tempat ini ramai dikunjungi banyak orang karena penataanya yang artistic serta digunakan sebagai ajang menarik wisatawan asing maupun wisatawan local. Berdasarkan jenisnya, Kawasan Tanjung Bunga termasuk ke dalam kategori Wisata Alam yang berjenis Wisata Pantai (Marine tourism), merupakan kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana untuk berenang, memancing, menyelam, dan olahraga air lainnya, termasuk sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum.

B. TUJUAN DAN SASARAN
1.Tujuan

Mengidentifikasi potensi pariwisata di kawasan Tanjung Bunga untuk pengembangan Kota Makassar ke depannya. Selain pengembangan menjadi kota baru yang merupakan kawasan permukiman, pariwissata dan bisnis.

2. Sasaran
a.Agar kawasan Tanjung Bunga dapat berkembang di kemudian hari sebagai kota pariwisata yang dapat meningkatkan PAD Kota Makassar.
b.Rumusan potensi pariwisata di kawasan Tanjung Bunga dapat dijadikan salah satu arahan bagi penataan kawasan pariwisata lainnya

BAB II PEMBAHASAN
A.PROGRAM ”TANJUNG BUNGA AS MARINE TOURISM

Kawasan Pariwisata Tanjung Bunga yang saat ini tengah dikembangkan sebagai kota baru oleh pemerintah kota Makassar. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Makasar Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015 bahwa yang dimaksud dengan Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.
Sementara Pengembangan Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu, yang berada pada bagian tengah Barat Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalate. Dalam Strategi Pengembangan Tata Ruang yang terdiri dari Misi dan Strategi Pengembangan Tata Ruang Kota, yang menjadi misi Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu adalah melakukan peninjauan kembali (review) terhadap Masterplan Tanjung Bunga, mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai penetapan fungsi kawasan sebelum dan sesudahnya. Program “Tanjung Bunga As Marine Tourism” adalah bentuk kerjasama antara PEMDA,GMTDC dan Dinas Pariwisata Kota Makassar yang bertujuan untuk Mengembangkan kawasan Danau Tanjung Bunga menjadi kawasan wisata publik dan kawasan olahraga air berstandar Internasional dengan atmosfir yang berwawasan lingkungan.

B. TUJUAN DAN SASARAN PROGRAM ”TANJUNG BUNGA AS MARINE TOURISM”

1. TUJUAN
Adapun tujuan dari program ini adalah :
-Mengembangkan Kawasan Tanjung Bunga sebagai kawasan wisata public yang berwawasan lingkungan
-Meningkatkan jumlah wisatawan baik local maupun mancanegara
-Memberikan motivasi/dorongan kepada masyarakat agar mencintai wisata dan budayanya sendiri

2.SASARAN
Sasaran dalam program kerja ini adalah kepada terciptanya kawasan pariwisata yang nantinya bertaraf internasional serta menarik lebih banyak wisatawan untuk ke kota Makassar. Sasaran lainnya adalah :
Terlaksananya prioritas pembangunan yang didasarkan atas keunggulan potensi kota.
1.Terselenggaranya paket pembangunan yang terintegrasi dan membentuk lingkungan yang memiliki daya tarik.
2.Terwujudnya masyarakat Sadar Wisata dan kondisi Sapta Pesona.
3.Terwujudnya kualitas dan daya saing industri pariwisata sebagai andalan perekonomian.
4.Terwujudnya kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta iklim kewirausahaan yang mendukung kepariwisataan.

C. ORGANISASI MITRA YANG TERLIBAT
1. GMTDC
2. Dinas Pariwisata Kota Makassar
3.Pemerintah Daerah Kota Makassar


D. BENTUK KEMITRAAN
Adapun bentuk kemitraan yang digunakan adalah join venture dimana masing-masing pihak dalam hal ini saling bekerjasama melaksanakan kegiatan ini.

E.PERAN MITRA YANG TERLIBAT


1.GMTDC dalam hal ini berperan sebagai pihak Swasta dimana dalam hal pendanaan,pengoperasian infrastruktur ditanggung olehnya.
2. Dinas Pariwisata Kota Makassar dalam hal ini berperan sebagai pihak promotor wisata tanjung bunga untuk menarik wisatawan baik local maupun mancanegara
3. Pemerintah daerah kota Makassar dalam hal ini berperan sebagai pihak pengawas terselenggaranya pembangunan yang terintegrasi dan didasarkan akan potensi kota Makassar sebagai daerah wisata.

F. PELAKSANAAN KEGIATAN

Dalam pelaksanaan kegiatan ‘Tanjung Bunga As Marine Tourism kegiatan yang dilaksanakan adalah
1.Tahap perencanaan dengan mengadakan semiloka antara pihak-pihak ynag terkait
2.Tahap pelaksanaan kegiatan yng dilakukan diantaranya pembangunan fasilitas olah raga air yang bertaraf internasional
3.Pembangunan sarana rekreasi khusus anak (kolam renang anak)
4.Pembangunan Drainase, pembuangan saluran kotor,
5. Mengadakan event lomba perahu layar se Sulawesi-Selatan serta lomba kuliner masakan khas kota Makassar yang pelaksanaanya di Anjungan Pantai Losari yang nantinya akan dilaksanakan pada hari jadi kota Makassar yang ke 401

G. EVALUASI KEGIATAN

Dari hasil kegiatan yang dilaksanakan maka dapat dievaluasi bahwa semua infrastruktur seperti fasilitas olah raga air, sarana rekreasi anak, pembangunan Drainase,pembuangan saluran kotor terlaksana dengan baik yang sampai saat ini telah digunkan dan memberikan tambahan bgi devisa kota makassar kemudian tidak hanya itu event yang dilaksanakan berhasil terbukti dengan meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara mencapai 30% serta meningkatnya kunjungan local

BAB III PENUTUP
A.KESIMPULAN

Potensi pariwisata yang ada di wilayah tanjung bunga umumnya telah memenuhi standar pembangunan yang ada.hal itu dapat kita lihat dari tersedianya berbagai Fasilitas dan pelayanan transportasi Meliputi transportasi akses dari dan menuju kawasan wisata, transportasi internal yang menghubungkan atraksi utama kawasan wisata dan kawasan pembangunan, termasuk semua jenis fasilitas dan pelayanan yang berhubungan dengan transportasi darat, air.
Pantai yang menjadi pusat pariwisata sudah dilengkapi beberapa fasilitas pelayanan, fasilitas pelayanan yang ada antara lain rumah-rumah, penginapan yang biasa digunakan pengunjung pada waktu melakukan wisata, fasilitas tempat makan, warung-warung, sewa ban untuk berenang dan sebagainya. Hanya saja fasilitas tersebut perlu ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kepada pengunjung dalam rangka meningkatkan potensi pariwisata. Daerah wisata tersebut sudah dilengkapi dengan infrastuktur yang memadai Infrastruktur yang dimaksud adalah penyediaan air bersih, listrik, drainase, saluran air kotor, telekomunikasi (seperti telepon, telegram, telex, faksimili, dan radio)

B.SARAN
Disarankan agar pelayanan infrastruktur dari Pengelola Tanjung Bunga ditingkatkan agar kedepannya akan menjadi salah satu objek wisata yang bertaraf internasional.


DAFTAR PUSTAKA
Potensi Pariwisata Kawasan Tanjung Bunga Kota Makassar
http:/ /www.Rika.blogspot.com

Pariwisata adalah Jembatan
http:/ / lanskap-pedoman rakyat.blogspot.com

Artikel ‘Tanjung Bunga’ Dinas Pariwisata Kota Makassar

Peningkatan Usaha Sarana Pariwisata

KELOMPOK 10
1.Andi Veny Kurniawan
2.Indra Wiastuti
3.Reski Sarlinda
4.Adyatma
5.Fauzan Hanafi
6.Farha Assagaf

BAB II
PEMBAHASAN

I.Nama Program
“ Peningkatan Usaha Sarana Pariwisata “

II.Latar Belakang Proyek

Masalah Pariwisata mempunyai cakupan yang sangat luas, baik itu pada usaha pariwisata seperti Hotel, Restaurant, Rumah Makan, Spa, dan Wisata Tirta. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan pada sector tersebut di atas. Berdasarkan UUD No.9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. Dan berdasarkan Kepmen No.3 tahun 2002 Tentang :
1.Uji kelaikan dasar hotel atau penggolongan kelas hotel.
2.Uji kelaikan persyaratan restaurant, rumah makan, Spa dan Wisata tirta.
Dan dalam memenuhi dan mewujudkan hal tersebut di atas maka Dinas Pariwisata melakukan kerjasama dengan instansi lain untuk pengoptimalan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

III.Tujuan Program
Tujuan program tersebut adalah :
“ Untuk Peningkatan Usaha Sarana Pariwisata “

IV.Organisasi/Mitra Yang Terlibat

1.Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan
2.Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
3.Dinas Nakertrans Provinsi Sulawesi Selatan
4.PU
5.Pemadam Kebakaran dan PLN
6.PHRI ( Perhimpunan hotel dan restaurant Indonesia )


V.Model Kemitraan

Tipe Partnership yang digunakan adalah bentuk kerjasama Joint Venture. Dimana Dinas Kepariwisataan dengan instansi mitra kerjasama lainnya bertanggung jawab secara bersama – sama.

VI.Peran Instansi/ Mitra yang terkait.
1.Dinas Kepariwisataan berperan menyediakan biaya yang akan digunakan dalam pelaksanaan proyek dengan bantuan Dinkes Provinsi. Dinas Kepariwisataan mendata hotel, Restaurant, Rumah makan, SPA dan Wisata Tirta yang akan menjadi target proyek.
2.Bapedalda Provinsi / Kab.Kota berperan dalam pengawasan AMDAL ( Analisis mengenai dampak lingkungan ). Dengan bentuk kegiatannya adalah pengujian kelayakan UKL UPL AMDAL.
3.Dinkes Provinsi berperan dalam mengawai dan berkonsentrasi pada masalah sanitasi dan hygiene. Dalam kegiatannya Dinkes mengeluarkan sertifikasi karyawan dan Hotel sebagai jaminan kepada konsumen.
4.Dinas Nakertrans berperan dalam pemeriksaan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja. Yang dalam kegiatannya focus pada masalah karyawan yang meliputi pakaian karyawan dan peralatan lainnya yang harus digunakan karyawan dan memenuhi syarat kesehatan.
5.PU berperan dalam memeriksa dan mengawasi masalah bangunan. Baik dari konstruksi bangunan maupun konsep yang digunakan yang harus memenuhi syarat aman.
6.Pemadam Kebakaran & PLN berperan dalam mengawasi masalah Instalasi. Kegiatannya memperhatikan apakah instalasi sudah sesuai atau tidak.
7.PHRI berperan dalam bagian humas dengan hotel – hotel yang terkait dan lebih kepada masalah penggolongan kelas hotel.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Kerjasama tersebut diatas merupakan kerjasama yang bertujuan Untuk Peningkatan Usaha Sarana Pariwisata yang meliputi kegiatan penggolongan kelas hotel, restaurant, rumah makan, SPA, dan wisata tirta yang kemudian akan menjadi jaminan bagi konsumen. Proyek tersebut bekerjasama dengan instansi lainnya yang terkait seperti Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Nakertrans Provinsi Sulawesi Selatan, PU, Pemadam Kebakaran dan PLN, PHRI ( Perhimpunan hotel dan restaurant Indonesia ). Tipe Partnership yang diberikan adalah bentuk kerjasama Joint Venture. Dimana Dinas Kepariwisataan dengan instansi mitra kerjasama lainnya bertanggung jawab secara bersama – sama.

Saturday 16 May 2009

PROGRAM PEMERIKSAAN KUALITAS AIR PDAM KOTA MAKASSAR

Adi Pratama
Nurhaeni
Fitriyana
Ronny Lekatompesy
Ezra Limbong
Nurhalima Tualeka


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang


Pada umumnya metode pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas pemberian materi dan diskusi dalam kelas dan hal ini belum tentu efektif untuk meningkatkan kualitas mahasiswa. Dalam mata kuliah partnership sangat diperlukan pengamatan dengan terjun ke lapangan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kerjasama yang banyak dilakukan pemerintah. Oleh karena itu, dosen mata kuliah partnership memberikan praktek langsung ke beberapa instansi terkait agar mahasiswa dapat lebih memahami kerjasama yang dilakukan dan peran masing-masing stakeholder.

B. Tujuan

1.Mengidentifikasi contoh program/proyek dalam bidang kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh pihak instansi terkait dalam hal ini Bepedalda.
2.Mengidentifikasi tujuan proyek tersebut dilaksanakan.
3.Mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program/proyek tersebut.
4.Mengidentifikasi model kemitraan yang digunakan.
5.Mengidentifikasi peran masing-masing mitra/pihak yang terlibat.

BAB II
HASIL LAPORAN
A. Nama program / proyek

Nama program yang pernah dilakukan PDAM kota makassar dengan dinas kesehatan yaitu program pemeriksaan kualitas air PDAM .

B. Latar Belakang Program
Air merupakan unsur terpenting yang dibutuhkan oleh manusia, karena rata - rata 60% berat tubuh manusia terdiri dari air. Kualitas air yang diminum harus memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Kualitas air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan antara lain; penyakit pencernaan seperti diare, kolera, typhus, muntaber. Kualitas air minum yang tidak memenuhi syarat dapat terjadi karena diantara lain; kurangnya pemeliharaan terhadap sarana air bersih, belum terlindunginya sumber air bersih dari faktor risiko pencermaran serta perilaku pengguna air pada saat mengambil dan memanfaatkan air.

Kebutuhan atau pengelola penyediaan air minum yang menggunakan bahan baku air sungai untuk dijadikan air minum berisiko cukup besar untuk terjadinya kontaminasi kandungan limbah cair yang berasal dari industri, rumah tangga, rumah sakit, pestisida pertanian serta limbah padat yang berasal dari sampah. Kebutuhan air minum masyarakat diperkotaan saat ini sebagian besar diperoleh dari PDAM, hasil produksi PDAM sebenarnya masih berupa air bersih belum dapat digolongkan air minum, karena sampel air minum yang memenuhi syarat kesehatan secara bakteriologis baru mencapai 79,91% (data dari 113 kabupaten/kota).

Dengan adanya KemenKes no. 907/MENKES/SK/VII tahun 2002, maka hasil produksi PDAM perlu dilakukan pemeriksaan kualitas air baik secara biolagi maupun kimiawi dengan melakukan pengambilan dan pemeriksaan sampel air minum.

C. Tujuan
Untuk meningkatkan kualitas air minum yang dikonsumsi masyarakat khususnya di kota Makassar.

D. Organisasi mitra yang terlibat
- Pengelolah penyediaan air minum (PDAM)
- Dinas Kesehatan kota makassar

E. Model kemitraan yang digunakan
Berdasarkan peran masing-masing stakeholder yang terlibat model kemitraan yang digunakan program ini adalah Joint Venture.

F. Peranan masing-masing mitra yang terlibat

a. PDAM
Sebagai pemilik dan penanggung jawab serta penyandang dana dalam pelaksanaan kegiatan ini.
b. Dinas Kesehatan
Sebagai pengawas dan pemeriksa kualitas air minum serta ikut dalam pembiayaan pemeriksaan dan penanggung jawab dalam pelaksanaannya.

G. Keuntungan Masing-masing Mitra yang Terlibat
Mitra yang terlibat dalam kerjasama ini,keduanya mengatasnamakan pemerintah yang keuntungannya dapat berupa:
1.Kewajiban pemerintah sebagai penyedia fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terpenuhi.
2. Adapun keuntungan dapat diambil langsung dari pembayaran/tarif penggunaan air.

H. Lingkup Kerja
Pengawasan kualitas air minum dalam hal ini meliputi:
1)Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta yang didistribusikan ke masyarakat dengan sistem perpipaan.
2)Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, didistribusikan kepada masyarakat dengan kemasan dan atau kemasan isi ulang.

Kegiatan pengawasan ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang meliputi:
1)Pengamatan lapangan atau inspeksi sanitasi
Pada air minum perpipaan maupun air minum kemasan, dilakukan pada seluruh unit pengolahan air minum, mulai dari sumber air baku, instalasi pengolahan, proses pengemasan bagi air minum kemasan, dan jaringan distribusi sampai dengan sambungan rumah bagi air minum perpipaan.

2)Pengambilan Sampel

Jumlah, frekuensi, dan titik sampel air minum harus dilaksanakan sesuai kebutuhan, dengan ketentuan minimal sebagai berikut:
a)Untuk Penyediaan Air Minum Perpipaan
(1) Pemeriksaan kualitas bakteriologi
(2) Pemeriksaan kualitas kimiawi
(3) Titik pengambilan sampel air
b)Untuk Penyediaan Air Minum Kemasan dan atau Kemasan Isi Ulang
Jumlah dan frekuensi sampel air minum harus dilaksanakan sesuai kebutuhan , dengan ketentuan minimal sebagai berikut:

(1) Pemeriksaan Kualitas Bakteriologi
- Air baku diperiksa minimal satu sampel tiga bulan sekali
- Air yang siap dimasukkan ke dalam kemasan minimal satu sampel sebulan sekali
- Air dalam kemasan minimal dua sampel sebulan sekali
(2) Pemeriksaan kualitas kimiawi
- Air baku diperiksa minimal satu sampel tiga bulan sekali
- Air yang siap dimasukkan kedalam kemasan, minimal satu sampel sebulan sekali
- Air dalam kemasan minimal satu sampel satu bulan sekali

(3) Pemeriksaan kualitas air minum

(4) Hasil pemeriksaan laboratorium harus disampaikan kepada pemakai jasa, selambat-lambatnya 7 hari untuk pemeriksaan mikrobiologik dan 10 hari untuk pemeriksaan kualitas kimiawi.

(5) Pengambilan dan pemeriksaan sampel air minum dapat dilakukan sewaktu-waktu bila diperlukan karena adanya dugaan terjadinya pencemaran air minum yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan atau kejadian luar biasa pada para konsumen.

(6) Parameter kualitas air yang diperiksa

- Parameter yang berhubungan lansung dengan kesehatan
a. Parameter mikrobiologi
b. Kimia an-organik
- Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter fisik
b. Parameter kimiawi
(7) Parameter kualitas air minum lainnya selain dari parameter tersebut diatas, dapat dilakukan pemeriksaan bila diperlukan, terutama karena adanya indikasi pencemaran oleh bahan tersebut.

(8) Pada awal beroprasinya suatu sistem penyediaan air minum, jumlah parameter yang diperiksa minimal seperti yang tercantum diatas, untuk pemeriksaan selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuen pengambilan sampel pada penyediaan air minum perpipaan dan air minum kemasan atau isi ulang.

(9) Bila parameter yang tercantum tidak dapat diperiksa di laboratorium kabupaten/kota, maka pemeriksaanya dapat dirujuk ke laboratorium propinsi atau yang di tunjuk sebagai laboratorium rujukan

(10) Bahan kimia yang diperbolehkan digunakan untuk pengolahan air termasuk bahan kimia tambahan lainya hanya boleh digunakan setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan setempat.

(11) Hasil pengawasan kualitas air dilaporkan secara berkala oleh kepala dinas kesehatan setempat kepada pemerintah kota secara rutin, minimal tiga bulan sekali.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Program yang pernah dilakukan oleh Perusahaan Derah Air Minum yaitu Pemeriksaan Kualitas Air PDAM. Dimana melibatkan pemerintah yaitu Dinas Kesehatan dengan PDAM untuk memenuhi fasilitas dan kebutuhan masyarakat.
Dalam program ini model kemitraan yang digunakan adalah Joint Venture, dilihat berdasarkan peran masing-masing, dimana PDAM dan Dinas Kesehatan sama-sama sebagai penanggung jawab dan penyandang dana dalam program ini.

B. Saran
Pemerintah sebagai pemilik pemegang tanggungjawab penuh dalam menyediakan fasilitas kebutuhan masyarakat, untuk lebih memperhatikan lagi bagaimana kondisi fasilitas yakni penyediaan air, meskipun nantinya telah memenuhi syarat tapi perlu pengawasan sehingga masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas yang ada untuk memenuhi kebutuhannya dengan baik.

Tuesday 12 May 2009

Program Pengkajian Kualitas Air Sungai Rongkong Dan Penyusunan Draf Peraturan Gubernur Tentang Penetapan Kelas Air Sungai Makassar Sulawesi Selatan 20

Kelompok 4

1.Nur Yusmah K111 06 057
2.Sumarni Muchlis K111 06 156
3.Dewi Sartika K111 07 017
4.Suhardiyanti K111 07 019
5.Rena Matasik K111 07 719
6.Indri Anggraeni K111 07


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Pada umumnya metode pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas pemberian materi dalam kelas dan ini belum tentu efektif untuk meningkatkan kualitas mahasiswa. Dalam Mata kuliah partnership sangat dibutuhkan suatu pengamatan secara langsung untuk mengedintifikasi model-model kerja sama yang banyak dilakukan pemerintah. Oleh karena itu dosen mata kuliah partnership memberikan tugas praktek lapangan agar mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis-jenis kerjasama dalam lingkup kesehatan lingkungan dan mengetahui peran dari masing masing stakeholder yang langsung pada instansi yang bersangkutan.


1.2 Rumusan Masalah


1.Mengidentifikasi contoh program/proyek dalam bidang kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh pihak instansi terkait dalam hal ini Bepedalda.
2.Mengidentifikasi tujuan proyek tersebut dilaksanakan.
3.Mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program/proyek tersebut.
4.Mengidentifikasi model kemitraan yang digunakan.
5.Mengidentifikasi peran masing-masing mitra/pihak yang terlibat.

1.3 Tujuan Penulisan

1.Untuk mengetahui contoh program/proyek dalam bidang kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh pihak Bapedalda.
2.Untuk mengetahui tujuan proyek tersebut dilaksanakan.
3.Untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program/proyek tersebut.
4.Untuk mengetahui model kemitraan yang digunakan.
5.Untuk mengetahui peran masing-masing mitra/pihak yeng terlibat.

BAB II
HASIL LAPORAN


2.1 Latar Belakang Proyek

Sungai adalah sebuah ekosistem, habitat sekaligus sumberdaya alam. Sungai selain merupakan obyek yang dipengaruhi manisia juga merupakan subyek yang dapat mempengaruhi kehidupan dan perikehidupan manusia. Sebagai ekosistem maka kualitas dan kuantitas air sungai pada suatu sub system maka dipengaruhi olehsub system lainnya, yaitu dari sub system hulu sampai dengan sub system hilir, antara sub system airnya dan sub system sempadan sungai serta sub system daerah tangkapan airnya.
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sungai pada prinsipnya merupakan upaya melestarikan fungsi sungaidengan mewujudkan keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungannya agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh seluuh masyarakat yang berdiam disekitarnya maupun masyarakat lain yang memanfaatkannya secara tidak langsung.
Dengan demikian pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air sungai dalam kerangka ekosistem akan sangat kompleks terlebih lagi bagi sungai-sungai yang melewati beberapa wilayah administrasi baik kabupaten/kota maupun provinsi. Pada kondisi demikian dituntut koordinasi yang baik dan diperlukan sumberdaya kelembagaan dengan kapasitas besar yang sinergis dan terencana serta berkesinambungan.
Sungai Rongkong adalah salah satu sungai yang cukup besar di Sulawesi Selatan. Daerah pengairannya melewati beberapa kabupaten bahkan dua provinsi. Berbagai permasalahan yang ada dalam pengelolaan Sungai Rongkong, diantaranya belum terdapatnya kerangka hokum yang dapat digunkan untuk mengatur pemanfaatannya, sementara sungai tersebut banyak menampung effluent dari berbagai macam kegiatan pemanfaatan.
Belum ada kebijakan hukum tersebut menyebabkan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan tidak memiliki acuan bagi penetapan standar baku mutu air yang sesuai dengan kelas airnya sehingga hasil-hasil pemantauan dan pengawasan tersebut belum mampu ditindak lanjuti dengan kegiatan pengendalian untuk mencegah tingkat kerusakan yang lebih besar.
Berdasarkan hal diatas maka uregensi penetapan sebuah peraturan gubernur bagi kelas air Sungai Rongkong sangat tinggi sebagimana dengan sungai-sungai yang melintasi beberapa kabupaten/kota diprovinsi lainnya di Indonesia. Penetapan kelas air tersebut sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengendalian kualitas air Sungai Rongkong, sehingga dapat menjadi dasar dalam penerapan baku mutu air limbah sumber-sumber pencemar, pengkajian tentang daya dukung dan daya tampung sungai, pemberian izin pembungan air limbah ke Sungai Rongkong, dengan demikian fungsi lingkungan hidupnya dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

2.2 Maksud, Tujuan dan Keluaran Proyek

Pengkajian kualitas air sungai dimkasudkan untuk menyusun suatu kebijakan pengelolaan di daerah pengaliran Sungai Rongkong, yang akan menjadi dasar, baik dalam melakukan monitoring, evaluasi terhadap kualitas air Sungai Rongkong, maupun dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendaliannya. Adapun tujuan studi ini adalah:

1.Mengidentifikasi kondisi umum daerah aliran sungai dari hulu hinga hilir sungai dan kegiatan atau aktifitas yang dapat menjadi sumber-sumber pencemar.
2.Menetapkan segmentasi daerah pengaliran sungai berdasarkan pertimbangan ragam pemanfaatan eksisting dan sumber pencemar, kemudahan pengelolaan.
3.Mengkaji keadaan kualitas air berdasarkan standar atau baku mutu pemanfaatan air.
4.Menetapkan kelas-kelas air sungai pada setiap segmen.
5.Menyusun draft Peratuarn Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan tentang Penetapan Kelas air Sungai Rongkong.

Sedangkan keluaran yang diharapkan pada pelaksanaan kegiatan study adalah: tersedianya kelas air sungai sebagai standar pemantauan dan acuan formal bagi kegiatan-kegiatan pemantauan dan pengawasan, serta tindakan pengendalian mutu air di masa sekarang dan yang akan datang.

2.3 Organisasi Mitra Yang Terlibat

A. Badan pengendalian dampak lingkungan daerah (Bapedalda) provinsi sulawesi selatan.
B. PT. Architila Matratama.


2.4 Model Kemitraan yang digunakan
Bentuk kerjasama (Partnership) yang diterapkan dalam proyek diatas adalah Service Contrak.

2.5 Peran masing-masing mitra yang terlibat

1. Badan pengendalian dampak lingkungan daerah (Bapedalda) provinsi sulawesi selatan.
- Menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan dalam proyek ini.
2. PT. Architila Matratama
- Sebagai pelaksana program yaitu melakukan pengkajian kualitas air sungai rongkong.

2.6 Lingkup Kerja
Lingkup pekerjaan dalam kegiatan ini terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu:
1.Studi kelas air sungai sesuai jenis pemanfaatan:
•Segmen-segmen lokasi kajian.
•Jenis-jenis pemanfaatn setiap segmen.
•Pemetaan daerah aliran sungai.
•Penetapan kelas air sungai.

2.Studi kondisi kualitas air berdasarkan standar/baku mutu yang ada:
•Jenis pemanfaatan setiap segmen.
•Standar/baku mutu air sesuai pemanfaatan

3.Kecendrungan (trend) masa akan datang, terdiri dari:
a.Studi tata ruang:
1. Analisis ruang saat ini.
2. Analisis ruang masa akan dating yaitu 20 tahun.

b.Studi trend (kecendrungan) kuantitas dan kualitas air, meliputi:
1. Analisis kondisi kuantitas air 20 tahun kemudian.
2.Analisis kualitas air 20 tahun kemudian.

2.7 Produk kegiatan
1.Hasil analisis air sungai berdasarkan pemanfaatan, meliputi:
Penentuan segmen sungai.
a. Penentuan jenis pemanfaatan di setiap segmen.
b. Peta DAS sungai beserta segmentasinya.
c. Penetapan kelas air setiap segmen sungai

2. Hasil analisis kondisi kualitas berdasarkan standar/baku mutu air yang meliputi:
a. Jenis pemenfaat setiap segmen.
b. Standar/baku mutu air setiap segmen.

3.Hasil analisis kecendrungan (Trend) yang meliputi:
a. Rencana tata ruang:
1. Pemanfaatan ruang DAS eksisting.
2. Prediksi pola pemanfaatan 20 tahun ke depan.

b. Kondisi kualitas air yang meliputi:
1. Kondisi kualitas air pra kajian.
2. Kondisi kualitas air 20 tahun kemudian.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
1.Sungai Rongkong dengan daerah pengaliran sungainya merupakan satu kesatuan ekosistem, hidrologi, maupun social ekonomi daru hulu ke hilir, mengingat luasnya cakupan wilayah DAS Rongkong, sehingga memiliki peran vital dalam menunjang pembangunan ekonomi masyarakat.
2.Pemanfaatan sungai tersebut diantaranya adala sebagai sumber air untuk pengairan lahan pertanian, untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga maupun industri, perikanan, peternakan, untuk keperluan transportasi, pariwisata dan berbagai fungsi lainnya.

B.Saran
1.Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan ini yaitu dengan cara melakukan pemantauan jalannya kegiatan secara rutin.
2.Kemudian untuk pihak swasta dalam hal ini PT. Architila Matratama diharapkan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Surat Perjanjian Kerjasama, No.602/636.b/III/Bapedalda, tentang “Program Pengkajian Kualitas Air Sungai Rongkong dan Penyusunan Draft Peraturan Gubernur Tentang Penetapan Kelas Air Sungai Makassar Sulawesi Selatan 2007” antara Bapedalda Provinsi Sul-Sel dengan PT.Architila Matratama.

Thursday 7 May 2009

Pengendalian Vektor & Binatang Penular dengan Disinseksi Kapal

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Nama Kelompok 8 :

1. Karina Pratiwi Isma
2. Febriyana
3. Sri Wulandari
4. Arti Dwi putrid
5. Nadia Fadirubun
6. Nency Imbo


I.1. Latar Belakang

Era global peradaban di tahun milenium ketiga, ditengarai dengan kemajuan pesat di bidang teknologi dan transportasi, perdagangan bebas, mobilitas penduduk antar negara – antar wilayah yang sedemikian cepat membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat global yang harus dikelola dengan baik.

Dampak negatif di bidang kesehatan pada tingkatan kemajuan teknologi transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar negara, antar wilayah tersebut adalah percepatan perpindahan dan penyebaran pentakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun barang bawaannya.

Dalam rangka melindungi negara dari penularan/penyebaran penyakit oleh serangga (vektor) maupun kuman /bakteri yang terbawa oleh alat angkut, dan barang bawaan yang masuk melalui pintu-pintu masuk negara tersebut, berdasarkan International Health Regulation (IHR) Tahun 2005 yang berlaku, “semua alat angkut harus bebas dari vektor”, maka setiap Kantor Kasehatan Pelabuhan (KKP) harus mampu melakukan tindakan disinseksi(untuk mencegah vektor).

I.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya program disinseksi yaitu untuk menghindari kapal dari serangga/vektor penyebab/penular penyakit (tikus, kecoak, nyamuk Aedes Aegypti/Anopheles) yang terbawa oleh alat angkut penumpang/barang di Pelabuhan.

I.3. Mitra yang Terkait dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

* Kantor Administrasi Pelabuhan (ADPEL)
* PT. PELINDO (pihak swasta/Badan Usaha Swasta)


I.4. Peran Masing-Masing Mitra

* KKP : Pengawas pelaksanaan disinseksi
* Kantor ADPEL : Mengetahui semua program dan kegiatan KKP di Pelabuhan, karena bertugas sebagai administrator pelabuhan (pengelola)
* PT. PELINDO : Pelaksana disinseksi, dengan menunjuk supervisor (petugas pelaksana disinseksi yang telah mempunyai sertifikat sebagai supervisor dan pelaksana disinseksi dari Ditjen PP&PL.

I.4. Model Mitra yang Digunakan

Model mitra yang digunakan yaitu pelayanan kesehatan di pelabuhan tepatnya di kapal. Upaya yang di lakukan untuk menghindarkan kapal dari vector penyebab penyakit penyakit (tikus, kecoak, nyamuk Aedes Aegypti/Anopheles)

I.5. Prosedur Tindakan Disinseksi Berdasarkan Peraturan Dirjen PP & PL

1. Penggunaan alat pelindung diri sebelum melakukan tindakan disinseksi misalnya, sarung tangan, masker, sepatu boat, dll
2. Penggunaan peralatan untuk disinseksi, misalnya, hand sprayer, mist blower, dan electric sprayer.
3. Pelaksanaan disinseksi dilakukan sebagai berikut:
1. Untuk bagian-bagian kapal yang tersembunyi seperti lubang-lubang kecil di lantai dan tempat-tempat sulit menggunakan hand sprayer ataupun mist blower.
2. Untuk ruang lebar terbulca menggunakan ULV electric sprayer.
3. Mengisi formulir isian yang memuat data tentang nama bahan pestisida/insektisida yang digunakan volume berat bahan pestisida yang digunakan, bahan pelami, catatan (waktu, hari dan tanggal pelaksanaan), nama petugas pelaksana dan supervisor yang bertanggungjawab.
4. Membuat laporan pelaksanaan secara tertulis.


4. Pengawasan disinseksi oleh petugas KKP
1. Melakukan pengawasan atas seluruh kegiatan disinseksi yang dilakukan oleh BUS (Badan Usaha Swasta)
2. Memberikan masukan, saran, maupun teguran kepada BUS agar pelaksanaan kegiatan disinseksi sesuai standar.
3. Membuat laporan tertulis


I.6. Pelaksanaan & Pengawasan Disinseksi di Pelabuhan Makassar

Pelaksana kegiatan disinseksi dilakukan oleh Badan Usaha Swasta (BUS) dalm hal ini, adalah PT. PELINDO dendan menunjuk supervisor yang telah mendapat izin dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI. Pelaksanaan disinseksi dilaksanakan secara berkala, setiap 6 bulan sekali.

Pengawasan pelaksanaan kegiatan disinseksi dan penerbitan sertifikat menjadi kewenangan Kantor Kesehatan Pelabuhan Makassar (setempat).

Pelaksanaan disinseksi, pada bulan April 2009 di KKP Makassar sebanyak 2 kapal barang/kargo.

I.7. Hambatan & Upaya Pelaksanaan Tindakan Disinseksi

Adapun kapal yang di disinseksi yaitu kapal barang atau kargo, dan untuk kapal penumpang hanya diberikan peringatan secara lisan karena berbagai kendala, salah satunya yaitu, kapal penumpang hanya transit pada suatu daerah dalam waktu beberapa jam, dan keadaan kapal sangat sulit dikosongkan dari manusia. Sedangkan untuk pelaksanaan disinseksi diperlukan waktu yang cukup lama (sesuai ukuran kapal) dan dan kapal harus kosong dari manusia dan barang yang mudah terkontaminasi oleh racun yang ditimbulkan oleh pestisida /insektisida yang digunakan untuk disinseksi.

I.8. Penutup

1. Kesimpulan

Pentingnya dilakukan disinseksi agar kapal terhindar dari vector pembawa penyakit, dan agar kapal terhindar dari penyakit menular. Adapun biaya tindakan disinseksi diperoleh dari pengusaha/nahkoda kapal, yang kapalnya akan disinseksi. Tindakan disinseksi membutuhkan dana yang tidak sedikit, sesuai dengan ukuran dan keadaan kapalnya. Semakin banyak vector pembawa penyakit yang ditemukan semakin besar biaya yang dikeluarkan karena membutuhkan pestisida/insektisida/bahan kimia lainnya yang tidak sedikit.

Tidak semua kapal juga dapat didisinseksi, misalnya kapal penumpang. Sangat sulit bahkan tidak pernah dilakukan disinseksi pada kapal penumpang karena berbagai kendala salah satunya yaitu tidak dapat memenuhi prosedur tindakan disinseksi yaitu, kapal harus dalam keadaan kosong. Sedangkan kapal penumpang sangat sulit untuk di kosongkan dari penumpang apalagi jadwal/lama transitnya sangat singkat, salah satu sebabnya karena mahalnya biaya parkir kapal di pelabuhan.

2. Saran

1. Sebaiknya sebelum dilakukan disinseksi, para ABK kapal terlebih dahulu membersihkan kapal yang akan disinseksi tersebut agar cukup (lumayan) bersih, untuk mengurangi biaya disinseksi yang cukup besar, akibat penggunaan pestisida/bahan kimia lainnya.
2. Memberikan peringatan secara lisan pada kapal penumpang agar memperhatikan kebersihan kapalnya, agar terhindar dari vector pembawa penyakit.
3. Selalu menggunakan alat pelindung diri sebelum melakukan disinseksi karena pestisidayang digunakan berbahaya bagi tubuh.
4. Selalu menjaga kebersihan kapal agar tercipta suasana yang bersih, nyaman, dan indah

Tuesday 5 May 2009

Sosialisasi Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAM-RT)

Kelompok 7

A. Sulasteri K11107012
Abdul Mustaqim Ode K11107137
Nuramanah. Y K11107677
Erwinda Alwi Rachman K11108581
Febriyani Rahima Nurlette K11108588
Efraim Watwanlussy K11108582


1.Latar Belakang

Air bersih khususnya air minum merupakan dasar kebutuhan manusia. Ketersediaan air bersih dan air minum yang aman bagi kesehatan, sanitasi yang layak dan higine masih merupakan tantangan besar yang dihadapi bangsa Indonesia.
Menurut laporan millennium development goals (MDG) tahun 2007 menunjukkan bahwa sampai tahun 2006 baru 52,1% penduduk Indonesia mendapatkan akses air minum. Walaupun cakupan pelayanan air minum perpipaan melalui perusahaan daerah air minum (PDAM) rata-rata baik di perkotaan, namun belum dapat menjamin keamanannya dari aspek mikrobiologi. Selain itu lebih dari 70% penduduk Indonesia mengambil air dari sumber yang potensial tercemar. Kondisi ini berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia.
Dalam hal pengelolaan air minum rumah tangga di Indonesia, penelitian basic human service tahun 2007 menunjukkan meskipun hamper semua rumah tangga (92%)memasak air untuk mendapatkan air minum, namun sekitar 47,5% terjadi rekontaminasi bakteri E coli penyebab penyakit diare.
Air layak minum adalah hak setiap warga negara. Oleh karena itu diperlukan percepatan program pemerintah dalam penyediaan air layak minum bagi masyarakat, salah satunya melalui aplikasi teknologi pengolahan dan penyimpanan air minum bagi rumah tangga.
PAM-RT mencakup berbagai opsi pengolahan air minum. Cara penyimpanan dan pengolahan air telah berkontri busi dalam peningkatan kualitas air minum dan kasus diare. Hasil studi WHO tahun 2007 menunjukkan bahwa dengan meningkatkan perilaku pengolahan air minum yang aman di rumah tangga, kejadian diare akan menurun sebesar 39%.
Untuk menjawab tantangan yang ada, sebagai unit pelaksana teknis direktirat pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, BTKLPPM kelas I makassar sesuai tugas poko dan fungsi melaksanakan kegiatan sosialisasi pengelolaan air minum rumah tangga di 3 kabupaten yang menjadi lokasi pengembangan program pengelolaan air minum berbasis masyarakat (PAMSIMAS) di provinsi Sulawesi selatan.

2.Maksud dan tujuan
Maksud kegiatan :
Melaksanakan kegiatan kewaspadaan dini KLB penyakit yang disebabkan oleh air.
Tujuan umum :
Mensosialisasikan sanitasi total berbasis masyarakat
Tujuan khusus :
Mensosialisasikan berbagai opsi teknologi dalam pengelolaan air minum rumah tangga

3.Mitra yang terlibat

•BTKL Makassar
•Pemerintah kecamatan dareah setempat
•Pemerintah kabupaten daerah setempat
•Pemerintah provinsi Sulawesi selatan

4.Tipe kemitraan
Tipe kemitraan yang digunakan adalah community based provision

5.Peram setiap mitra

•BTKL Makassar

Sebagai pelaksana kegiatan dan penanggung jawab kegiatan, juga sebagai sumber dana satu-satunya dalam kegiatan sosialisasi.

•Pemerintah kecamatan dareah setempat
a.Berkoordinasi dengan berbagai lapisan badan pemerintah dan member dukungan bagi kader pemicu STBM.
b.Mengembangkan pengusaha local untuk produksi dan suplai bahan serta kualitas bahan tersebut.
c.Mengevaluasi dan memonitor kerja lingkungan tempat tinggal
d.Memelihara data base status kesehatan yang ter-update secara berkala.

•Pemerintah kabupaten daerah setempat

a.Mempersiapkan rencana kabupaten untuk mempromosikan strategi yang baru.
b.Mengembangkan dan mengimplementasikan kampanye informasi tingkat kabupaten mengenai pendekatan yang baru.
c.Mengkoordinasikan pendanaan untuk implementasi strategi STBM
d.Mengembangkan rantai suplai sanitasi di tingkat kabupaten

•Pemerintah provinsi Sulawesi selatan

a.Berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait tingkat provinsi dan mengembangkan program terpadu untuk semua kegiatan STBM.
b.Mengkoordinasikan semua sumber pembiayaan terkait dengan STBM.
c.Memonitor perkembangan strategi nasional STBM dan memberikan bimbingan yang diprlukan kepada tim kabupaten.

6.Pembiayaan
Pembiayaan dibebankan pada anggaran DIPA Satker BTKLPPM kelas I Makassar tahun 2009

7.Pelaksanaan

Pelaksanaan sosialisasi pengelolaan air minum rumah tangga dilaksanakan di 3 kabupaten yang merupakan kabupaten pengembangan kegiatan pamsisnas, yaitu kabupaten tan toraja, kabupaten pinrang, dan kabupaten sidrap.
Peserta sosialisasi adalah petugas kesehatan berupa diknas kabupaten, puskesmas dan lintas sector terkait dalam upaya pengelolaan air minum yang aman bagi kesehatan, dengan rincian sebagai berikut :

A.Kebupaten tanah toraja

Peserta berjumlah 40 orang terdiri dari kepala puskesmas dan sanitarian puskesmas kabupaten tanah toraja dan kabupaten toraja utara.

B.Kabupaten pinrang
Peserta berjumlah 40 orang terdiri dari 2 orang lintas sector, 10 orang lintas program,dan 28 0rang petugas puskesmas (kepala puskesmas dan sanitarian puskesmas)

C.Kabupaten sidrap
Jumlah peserta 40 orang terdiri dari staff kepala dan petugas sanitarian puskesmas dari 14 puskesmas, kepala desa lokasi pamsisnas 2008 dan lintas program terkait di dinas kesehatan kabupaten sidrap.

Thursday 30 April 2009

Program PAMSIMAS dan Program SWASH (Sulawesi Water Suply, Hygiene and Sanitation)

KELOMPOK 1

1.Muhammad Fajaruddin Natsir (K11107022)

2.Nurjana (K11107055)

3.Yunicho (K11107702)

4.Imelda Hajwan (K11107678)

5.Nurul Amir (K11107687)


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pada umumnya metode pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas pemberian materi dalam kelas dan ini belum tentu efektif untuk meningkatkan kualitas mahasiswa. Dalam Mata kuliah partnership sangat dibutuhkan suatu pengamatan secara langsung untuk mengedintifikasi model-model kerja sama yang banyak dilakukan pemerintah. Oleh karena itu dosen mata kuliah partnership memberikan tugas praktek lapangan agar mahasiswa tidak kaku pada saat menghadapi langsung dilingkungan kerja.

B.Tujuan
1.Identifikasi contoh program/proyek dibidang Kesehatan Lingkungan yang membutuhkan kemitraan dalam pelaksanaannya.
2.Identifikasi organisasi pemerintah maupun program swasta yang terlibat dalam program kemitraan dibidang Kesehatan Lingkungan.
3.Identifikasi model kemitraan yang diaplikasikan antara organisasi dalam pencapaian tujuan.
4.Identifikasi peran masing-masing.


BAB II
HASIL LAPORAN

A.Nama Program/Proyek

Nama program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar yaitu Program PAMSIMAS dan Program SWASH (Sulawesi Water Suply, Hygiene and Sanitation) merupkan Program Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman, Bidang Kesehatan Lingkungan. Program ini dilaksanakan pada tahun 2006/2008 di beberapa kecamatan yang ada di Makassar antara lain Kec. Rapocini kel. karunrung, kec. panakukang kel. Tamamaung, panaikang, dan pampang, Kec. biringkanayya kel. bulorongkeng, kec. Tallo kel. kaluku bodowa, Kec. Tamalate kel. barombong, kec. Mamajang kel. karang anyar, dan kec. Manggala kel. bangkala.

B.Latar Belakang
Penyediaan air bersih dan Pengelolaan sanitasi saat ini harus $menjadi prioritas karena permasalahan yang ditimbulkan akibat dari pengelolaan yang kurang baik akan berdampak langsung kepada derajat kesehatan masyarakat. Pembangunan Infrastruktur dalam era otonomi daerah menjadi tanggungjawab sepenuhnya pemerintah daerah. Daerah-daerah yang tidak memiliki alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Masih rendahnya cakupan akses air bersih, jamban keluarga dan tingginya angka Penyakit berbasis lingkungan serta Keterbatasan pemerintah dalam sumber daya dana merupakan faktor pendorong untuk melakukan kerja sama dengan pihak swasta.
Oleh karena itu dibutuhkan peran serta aktif dari semua elemen masyarakat dalam pembangunan infrastruktur ini, khususnya Sektor Swasta dan Lembaga Non Pemerintah yang lain.

C.Tujuan
Untuk meningkatkan cakupan air bersih, antisipasi serta kualitas sanitasi lingkungan serta menurunkan angka penyakit berbasis lingkungan.

D.Organisasi mitra yang terlibat

1.Pemerintah
2.CARE,
3.LPM, dan
4.LSM.

E.Model Kemitraan yang digunakan.
Berdasarkan mitra yang terlibat model kemitraan yang digunakan program ini adalah community based provision, serta berdasarkan perannya masing-masing.

F.Peranan masing-masing mitra yang Terlibat.
1.Pemerintah berperan sebagai tim teknis.
2.CARE nama komunitas peduli berperan sebagai Project Provider, dimana CARE yang bertanggungjawab menyediakan dana.
3.LPM & LSM berperan sebagai Community empowering.

G.Upaya Penanggulangan yang dilakukan.
Dalam kegiatan ini upaya yang dilakukan oleh masing-masing mitra yakni:
1.Pembuatan Jamban,
2. SAB,
3. Perubahan perilaku, serta
4.capacity building

H.Keuntungan masing-masing mitra yang terlibat.
1.Kewajiban pemerintah sebagai penyedia fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terpenuhi.
2.Nama baik pihak swasta terjaga.
3.adapun keuntungan dapat diambil langsung dari pembayaran penggunaan air.

I.Hambatan

Hambatan yang dihadapi selama dijalankannya program ini yaitu Kontribusi masyarakat (khususnya sharing in kind and in case) masih belum maksimal.

J.Upaya tindak lanjut
1.Penilaian Keberhasilan program pada provider
2.KIE pada masyarakat,
3.Input dana APBD untuk sharing

K.Tingkat keberhasilan kerja sama ini
Belum sampai pada tahap evaluasi.


BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar yaitu Program PAMSIMAS dan Program SWASH (Sulawesi Water Suply, Hygiene and Sanitation). Dimana melibatkan Pemerintah, CARE, LPM, dan LSM untuk memenuhi fasilitas yang dibutuhkan masyarakat.
Dalam program ini model kemitraan yang digunakan adalah community based provision, dilihat berdasarkan mitra yang terlibat serta perannya masing-masing. Dimana pemerintah berperan sebagai tim teknis, CARE berperan sebagai Project Provider, dan LPM maupun LSM berperan sebagai Community empowering.

B.SARAN

Pemerintah sebagai pemegang tanggungjawab penuh dalam menyediakan fasilitas kebutuhan masyarakat, agar lebih memperhatikan lagi bagaimana kondisi fasilitas, meskipun fasilitas nantinya telah tersedia tapi perlu pengawasan sehingga masyarakat memanfaatkan fasilitas yang ada dengan sebaik-baiknya dan ini sangat dibutuhkan peran serta masyarakat.

Tuesday 28 April 2009

PROGRAM PENYELENGGARAAN KABUPATEN/KOTA SEHAT

KELOMPOK 2:


EFRINA KALA TASIK K111 06071
SADRAH SAID K111 08585
INDRIANI K111 07021
SURYANI HZ K111 07631
A.NURFITRIANI K111 07


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Saat ini negara kita masih menghadapi musibah baik yang sifatnya penyakit, pencemaran, maupun bencana alam. Sebagian kejadian tersebut telah dilalui seperti Pandemi SARS dan bencana tsunami, namun masih ada yang perlu perhatian serius seperti polio, flu burung, demam berdarah dangue (DBD), diare, pencemaran lingkungan dan busung lapar.
Melihat berbagai masalah tersebut maka tidak menutup kemungkinan di masa datang berbagai masalah kesehatan akan semakin bertambah, khususnya masalah kesehatan lingkungan akan cenderung semakin kompleks bila tidak diimbangi oleh peningkatan sumber daya manusia (SDM), kemampuan menyerap dan menerapkan teknologi, serta perimbangan keragaman kecepatan laju pembangunan tiap daerah kabupaten/kota. Hal ini akan berakibat pula pada keragaman pola penyakit penyebab kematian antar daerah. Berbagai penanggulangan berbagai penyakit tersebut tidak mungkin diatasi sendiri oleh Depkes, sebaliknya tidak mungkin pula sektor terkait dapat membantu mengatasi hal ini tanpa sosialisasi dari pengelola program kesehatan mengenai derajat kesehatan.
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan, dengan demikian konsep pembangunan yang berkelanjutan lebih mengutamakan dampak lingkungan pada kebijakan pembangunan. Rencana peningkatan derajat kesehatan tersebut sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 Tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2004 - 2009 yang merupakan arah dari pembangunan nasional.
Dalam pelaksanaan peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka Depkes yang tugas pokok dan fungsinya telah ditetapkan dalam Perpres No. 9 Tahun 2005 diamanatkan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan dengan fokus peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan masyarakat yang berkualitas yang memuat antara lain 12 program pembangunan kesehatan antara lain Program Lingkungan Sehat dan Program Penyehatan dan Pemberantasan Penyakit.
Salah satu bentuk Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan dalam hal ini program Lingkungan Sehat dan Pemberantasan Penyakit, maka depkes melaksanakan ”Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat”. Pada program ini Dinas kesehatan yang ada di beberapa provinsi bekerjasama dengan Pemerintah Pusat dalam mewujudkan Kabupaten/ Kota sehat demi terciptanya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
B.Rumusan Masalah
1.Apakah yang dimaksud dengan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat ?
2.Bagaimanakah bentuk kerjasama dalam pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat ?
3.Bagaimanakah peran pihak – pihak yang terkait dalam pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat ?
C.Tujuan penyusunan
1.Untuk mengetahui kegiatan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat dalam rangka mewujudkan suatu Kabupaten/ Kota yang Sehat.
2.Untuk mengetahui bentuk kerjasama pada pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat dan pihak pihak yang terlibat dalam program tersebut.
3.Untuk mengetahui peranan dari semua pihak yang terlibat dalam Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat .

BAB II
PEMBAHASAN


A.Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat
Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat merupakan suatu program dalam mewujudkan suatu kondisi kabupaten atau kota yang bersih, nyaman, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dapat dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam proses penyelenggaraannya dilakukan berbabagi kegiatan untuk mewujudkan kabupaten/kota sehat dengan pemberdayaan masyarakat, ataupun melalui forum yang difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten/Kota.
Beberapa permasalahan yang harus diselesaikan dalam rangka menciptakan Kabupaten/ Kota sehat antara lain : kepadatan lalu-lintas, pencemaran udara, perumahan yang krang layak termasuk kriminal, kekerasan dan penggunaan obat terlarang serta pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan, beberapa masalah yang dikemukakan diatas merupakan masalah yang sering dijumpai di Kota. Sedangkan pada daerah kabupaten masih berorientasi pada permasalahan perilaku, sanitasi dasar, pelayanan kesehatan dan sosial, prasarana penunjang kesediaan pangan dan jaminan gizi, kebakaran hutan, pertambangan liar.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut tentunya tidak mudah, meskipun demikian dengan melihat bahwa baik di wilayah kabupaten maupun daerah perkotaan memiliki sumber daya dan potensi yang dapat diberdayakan secara maksimum demi terciptanya Kabupaten/ Kota yang sehat. Namun demikian dalam memberdayakan sumber daya yang ada diperlukan kemitraaan antar pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dengan adanya hubungan kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta maka dapat membantu dalam memperlancar pelaksanaan pembangunan kesehatan lingkungan, perilaku, dan upaya kesehatan demi terwujudnya Kabupaten/ Kota sehat.
Wilayah yang menjadi sasaran dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan Kabupaten/ Kota Sehat khususnya di Sulawesi Selatan adalah seluruh Kabupaten/ Kota yang ada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

B.Tujuan dan Sasaran

Tujuan
Tercapainya kondisi Kabupaten atau Kota untuk hidup dengan bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan sebagai tempat bekerja bagi warganya dengan cara terlaksananya berbagai program-program kesehatan dan sektor lain, sehingga dapat meningkatkan sarana dan produktivitas dan perekonomian masyarakat.
Sasaran
1.Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron dengan kebutuhan masyarakat, melalui pemberdayaan forum yang disepakati masyarakat.
2.Terbentuknya forum masyarakat yang mampu menjalin kerja sama antar masyarakat, pemerintah daerah dan pihak swasta serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujudkan sinergi pembangunan yang baik.
3.Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik,sosial dan budaya serta perilaku dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara adil., merata dan terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di Kabupaten/Kota tersebut secara mandiri.
4.Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk meninggkatkan produktifitas dan ekonomi wilayah dan masyarakatnya sehingga mampu meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik.

C.Mitra – Mitra yang Terlibat dalam Pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat
1.Pemerintah ( Gubernur, Bupati/ Walikota (dalam hal ini Bapedda ) )
2.Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota
3.LSM
4.Masyarakat ( Forum/ Kelompok kerja )

D.Model kemitraan yang digunakan
Berdasarkan peran masing-masing stakeholder serta sumber pendanaan yang diberikan, maka kami menyimpulkan bahwa bentuk kerjasama dalam pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat adalah Community Based Provision ( CBP ). Dalam CBP pengorganisasian dan biaya material biasanya disediakan oleh NGO – NGO, sumbangan – sumbangan, asisten pengurus pembangunan, ataupun pemerintah. Jadi dalam pelaksanaan Kabupaten/ Kota sehat Pemerintah dan Dinas Kesehatan hanya sebagai fasilitator namun kegiatannya sepenuhnya dilaksanakan oleh Kelompok kerja yang terdiri atas tokoh masyarakat dan LSM. Kelompok kerja yang ada tersebut kemudian yang akan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan, memformulasikan kegiatan, melaksanakan dan memantau kegiatan, serta menggerakkan potensi yang ada di masyarakat.

E.Peran masing – masing mitra yang terlibat


1.Pemerintah ( Gubernur, Bupati/ Walikota (dalam hal ini Bapedda )

1.Memfasilitasi kegiatan yang menjadi pilihan masyarakat termasuk dalam penggalian sumber daya masyarakat. Jadi seluruh kegiatan yang dilaksanakan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
2.Mensosialisasikan tatanan dan kegiatan Kabupaten/ Kota sehat dengan memanfaatkan berbagai media.
3.Mengundang organisasi masyarakat, Tokoh masyarakat, stakeholder lainnya untuk membentuk forum dan forum tersebut yang akan membentuk Pokja Kota/ Kabuapten sehat sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan masyarakat.
2.Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota
1.Bersama – sama dengan pemerintah untuk membentuk kelompok kerja dalam pelaksanaan Kabupaten/ Kota sehat.
2.Menetapkan kawasan potensial, sebagai ” entry point”, dalam rangka pelaksanaan Kabupaten/ Kota Sehat.
3.LSM
Sebagai pelaksana kegiatan dalam mewujudkan Kabupaten/ Kota sehat. Dengan dibentuknya Forum yang beranggotakan LSM/ organisasi non pemerintah.
4.Masyarakat
Masyarakat bersama LSM sebagai pelaksana bekerjasama dalam kegiatan mewujudkan Kabupaten/ Kota sehat.
Kegiatan Kabupaten/ kota sehat pada awalnya difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, dimulai dari pembentukan Forum Kabupaten/ Kota Sehat, selanjutnya Forum tersebut membentuk Pokja Kabupaten/ Kota Sehat berdasarkan kebutuhan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Sedangkan pelaksanaan evaluasi kegiatan kota sehat dilakukan oleh Forum dan Pokja Kota Sehat bersama-sama Pemerintah daerah, LSM, Perguruan Tinggi, media massa selaku pelaku pembangunan.

Strategi : Beberapa strategi yang akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan kota sehat di Indonesia sebagai berikut :
1.Kegiatan dimulai dari beberapa Kabupaten/ kota terpilih berupa kegiatan yang spesifik, sederhana, terjangkau, dapat dilaksanakan secara mandiri dan berkelanjutan dengan menggunakan segenap sumber daya yang tersedia.
2.Meningkatkan potensi ekonomi stakeholders kegiatan yang menjadi kesepakatan masyarakat.
3.Perluasan kegiatan ke Kabupaten/ kota lainnya atas dasar adanya minat dari kabupaten/kota tersebut untuk ikut dalam pendekatan kabupaten/ kota sehat.
4.Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui Forum dan Pokja Kabupaten/ Kota Sehat, serta pendampingan dari sector terkait untuk dapat membantu memahami permasalah, menyusun perencanaan dan melaksanakan kegiatan kabupaten/ kota sehat.
5.Menggali potensi wilayah dan kemitraan dengan swasta, LSM, pemerintah, legislates di dalam penyelenggaraan kegiatan kabupaten/ kota sehat.
6.Memasyarakatkan pembangunan yang berwawasan kesehatan di dalam mewujudkan kabupaten/ kota sehat.
7.Meningkatkan promosi dan penyuluhan agar masyarakat hidup dalam kondisi yang tertib hukum, peka terhadap lingkungan fisik, social dan budaya yang sehat.



BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

1.Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat merupakan suatu program dalam mewujudkan suatu kondisi kabupaten atau kota yang bersih, nyaman, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dapat dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
2.Bentuk kerjasama pada pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat adalah bentuk CBP dimana pemerintah dan Dinkes sebagai fasilitator dan kegiatannya sepenuhnya dilaksanakan oleh Kelompok kerja ( Tokoh masyarakat dan LSM yang menggerakkan masyarakat ).
3.Peranan pihak yang terlibat dalam Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat . Pemerintah ( Gubernur, Bupati/ Walikota (dalam hal ini Bapedda ) ) sebagai fasilitator, Dinkes sebagai pihak yang menentukan kawasan potensial dalam pelaksanaan program, LSM dan Masyarakat sebagai pelaksana kegiatan.

B.Saran
1.Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan ini yaitu dengan cara melakukan pemantauan jalannya kegiatan secara rutin
2.Masyarakat diharapkan untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program ini. Hal itu dapat dilakukan melalui perilaku hidup sehat baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Penyebab Kesakitan dan Kematian Dipengaruhi Kondisi Lingkungan dan Perilaku http://www.depkes.go.id
Profil Kabupaten/Kota Sehat http://digilib-ampl.net/detail/detail.php
Pedoman Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat ( Peraturan bersama Menteri Dalam Negeri dan Manteri Kesehatan ). Tim Pembina Kabupaten/ Kota sehat tingkat pusat. 2005

Wednesday 22 April 2009

PROYEK GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN-RHL) KOTA MAKASAR 2005 – 2006

HASIL PENGAMBILAN DATA DINAS KEINDAHAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
Laporan tugas kelompok partnership Oleh:
KELOMPOK III
1. MUHAMAD SUBHAN K 111 07 094
2. OWILDAN WISUDAWAN B. K 111 07 699
3. ADEH IRMARIYANI SAPUTRI K 111 07 040
4. ANDI SURIANA K 111 07 717
5. SRI YULIANA K 111 07 657




BAB I
PENDAHULUAN
I.I. LATAR BELAKANG

Sebagai tugas mata kuliah program partnership kesehatan lingkungan dimana agar mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis-jenis kerjasama dalam lingkup kesehatan lingkungan dan mengetahui peran dari masing masing stakeholder yang langsung pada instansi yang bersangkutan.
I.2. TUJUAN
1. Mengidentifkasi contoh-contah program / proyek di bidang kesehatan lingkungan yang membutuhkan kemitraan dalam pelaksanaan program.
2. Mengidentifikasi orang-orang pemerintah mauoun swasta yang terlibat dalam program kemitraan dibidang kesehatan lingkungan
3. Mengidentifikasi model kemitraan yang di aplikasikan antara orang dalam pencapaian tujuan
4. Mengindentifikasi peran masing-masing organisasi
I.3 SASARAN
Sasaran kegiatan ini adalah masiswa jurusan kesehatan lingkungan yang mengambil mata kuliah partnership. Dan instansi atau organisasi yang bersangkutan.


BAB II
HASIL LAPORAN
II.1 NAMA PROGRAM / PROYEK

Salah satu program yang pernah dilkukan oleh Dinas Keindahan dan Lingkungan Hidup adalah “PROYEK GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN-RHL) KOTA MAKASAR 2005 – 2006”

II.2 LATAR BELAKANG PROGRAM
Hutan mangrove merupakan formasi vegetasi tropika dan sub tropika yang yumbuh dan berkembang pada daerah yang dipengaruhi oleh faktor edefis dan pasang surut laut. Tempat tumbuh yng unik ini menyebabkan hutan mangrove merupakan formasi yang tidak dapat di sub difusi oleh formasi pegetasi lainnya. Selain itu tempat tumbuh hutan mangrove merupakan lahan marginal sehinggan ekosistem bersifat relative labil.
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang memiliki peranan penting baik dari segi ekologi maupun social ekonomi, karena sumber daya ala mini sudah sejak awal di mamfaatkan oleh masyarakat khususnya yang berada di pesisir pantai. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dewasa ini, ekosistem hutan mangrove mengalami tekanan yang sangat serius akibat pemamfaatan yang berlebihan. Dari sisi sumber daya ala mini harus di mamfaatkan secara optimal, agar pembangunan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan.
Dari berbagai informasi yang ada, kerusakan hutan mangrove setiap tahunnya cenderung meningkat yang dicirikan dengan absarsi dan intrusi air laut yang semakin luas di wilayah pantai. Sedangkan sasaran pembangunan kehutanan dewasa ini lebih cenderung pada daerah hulu, sementara pada daerah pantai masih kurang mendapat perhatian sehingga tingkat pendapatan masyarakat masih rendah jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal didaerah hulu.
Untuk mengakomodir maksud tersebut diatas maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutana Sosial Depertemen Kehutanan melalui rehabilitasi daerah pesisir pantai yang mengalami degradasi dituangkan dalam bentuk kegiatan penanaman hutan bakau, yang mana hutan bakau tersebut merupakan salah satu formasi dari hutan mangrove.
Paradigma baru dari pembangunan dewasa ini dimana memamfaatkan masyarakat sebagi [elaku utama perlu didukung dan di wujudkan dalam pelaksanaan agar kegiatan dapat menjadi milik masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka selain keinginan pemerintah juga dilakukan pendamping kelembagaan kelompok tani oleh LSM. Lembaga pendaping ini akan menjadi fasilitator yang menjadi jembatan pemhubung informasi dari masyarakat kepemerintah atau sebaliknya dalam rangka penyadaran, penguatan dan pengembangan kelembagaan yang berazaskan pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan pelestarian hutan secara berkesinambungan. Kegiatan pemdampingan akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mencarikan solusi bagi masalah lingkungan pesisir di sekelilingnya.
Kegitan penanaman hutan mangrove di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar memerlukan bimbingan dan pembinaan yang berkelanjutan, karena pada umumnya masyarakat memeliki pola piker yang sangat sederhana. Pembinaan yang akan dilakukan adalah pembinaan kelembagaan agar masyarakat dapat menumbuhkembangkan partisipasi aktif dalam pembangunan yang lebih terarah dan berkesinambungan.
Kelompok kerja di kelurahan Untia terdiri atas 3 (tiga) kelompok yang beranggotakan masing-masing 15 orang. Kelompok ini akan mengelola 30 ha areal penanaman. Kegiatan pendampingan ini dilakukan oleh Yayasan Lembaga Pendidikan dan Pengelolaan lingkungan (LPPL) Makassar.
II.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dilakukan pendampingan kelembagaan penanaman hutan mangrove adalah
1. Untuk membentuk kelembagaan di tingkat petani dalam penengelolaan penanaman hutan mangrove.
2. Memberdayakan masyarakat disekitar lokasi kegiatan
3. Mewujudkan pengelolaan hutan mangrove yang demokratis dan lebih terbuka
4. Menciptakan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha agar mampu ,endorong perekonomian masyarakat
5. Terwujudnya pengelolaan hutan mangrove yang dinamis, berkelanjutan melalui proses belajar bersama, tukar menukar informasi
6. Timbulnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
7. Meningkatkan kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi masyarakat di sekitar lokasi penanaman.
C. SARARAN KEGIATAN DAN LOKASI
Sasaran kegiatan pendampingan adalah kelompok masyarakat di Kelurahan Untia Kecamatan Barangkanaya Kota Makassar dengan jumlah kelompok sebanyak 3 (tiga) dengan masing – masing kelompok beranggotakan 15 orang. Pada tahun anggaran 2005 model hutan bakau yang dilaksanakan pada proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) melakukan penanaman di areal seluas 30 ha. Kegiatan penanaman yang damping terletak pada wilayah sebagaimana table berikut :
No. Wilayah Lokasi Jenis Kegiatan Satuan (Unit) Luas (ha) Ket.
1 Kelurahan Untia Kec. Barangkanaya Kota Makassar Untia Menanaman mangrove 1 30 -
II.5 ORGANISASI MITRA YANG TERLIBAT
1. Dinas Keindahan Dan Lingkungan Hidup (Pemerintah) dalam hal ini LPPL Makassar
2. LSM
3. Masyarakat di kelurahan Untia dan di Kelurahan Bira.

II.6 MODEL KEMITRAAN YANG DIGUNAKAN

Bentuk kerjasama yang diterapkan dalam proyek diatas adalah Community Based Provision dimana dari stakeholder yang terlibat (pemerintah, pihak swasta dan masyarakat) memiliki peran masing-masing dan saling memiliki keterikatan guna mencapai tujuan antara pihak-pihak yang terlibat diatas.
II.7 PERAN MASING-MASING YANG TERLIBAT
Pemerintah sebagai pihak utama yang menyediakan dana (pohon mangrove), berperan untuk menyediakan proses manajemen, menengahi negosisasi antara CBO dan lembaga yang lebih besar lainnya dalam hal bentuk jaringan kerjasama, pemberian informasi ataupun kebijaksanaan.
Dalam pelaksanaan kegiatan peran masing-masing yaitu:

A. Rencana Kegiatan

Kegiatan pendampingan yang telah di susun dan di rencanakan bersama antara LPPL dengan kellompok kerja adalah sebagai berikut
1. Sosialisasi kegiatan GN-RHL
2. Pertemuan Rutin Bulanan
3. Pembenahan administrasi kelompok
4. Evaluasi tanaman untuk persiapan kebutuhan bibit dan penyulaman
5. Bimbingan teknis penanaman
6. Koordinasi dengan Dinas Pengelolaan LIngkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar
7. Kunjungan silaturahmi pada kelompok kerja

B. Target dan Pelaksanaan Kegiatan

Dari rangkaian kegiatan tersebut maka kegiatan yang telah dilaksanakan adalah antara lain :
1. Sosialisasi kegiatan GN-RHL
Kegiatan pendampingan di arahkan pada kinerja LSM sebagai pendamping kelompok tani pada kegiatan hutan mangrove tahun anggaran 2005. Hasil pendampingan dilkukan melalui beberapa tahapan sosialisasi.
a. Sosialisasi pertama di lakukan pada tingkat ota Makassar dengan pesertanya adalah Aparat Kecamatan, Kepala Kelurahan dan Ketua Lembanga Pemberdayaan Masyarakat (LSM) yang di laksanakan di hotel Berlian jalan Urip Sumoharjo. Pada sosialisasi ini di sampaikan tentang teknis pelaksanaan program, tujuan program dan mamfaat program.
b. Sosialisasi selanjutnya dilaksanakan di kelurahan Untia dan di Kelurahan Bira. Untuk kelurahan Untia di laksanakan pada tanggal 12 Maret 2006 yang dilaksanakan di Gedung Sekolah SD Negeri Lae-Lae II dengan menghadirkan Penanggung Program GN-RHL, pinlak, aparat kelurahan, ketua LPM, Babinsa, Binmas dan anggota masyarakat.

Dalam sosialisasi ini di mulai dengan pemaparan visi dan misi program oleh penanggungjawab program dan selanjutnya di lukukan pembentukan kelompok yang dilakukan pendamping. Kelompok yang terbentuk sebanyak 3 kelompok yang beranggotakan 15 0rang untuk tiap kelompok. Dalam proses pembetukan kelompok timbul dinamika yang cukup dinamis sehingga pembentukan kelompok menjadi a lot dengan penuh demokratis. Kelompok yang terbentuk telah memilih salah seorang diantara mereka untuk menjadi ketua kelompok dengan cara aklamasi. Ketua kelompok ini yang akan bertanggungjawab mengkoordinir anggita kelompoknya dalam kegiatan penanaman hutan mangrove.

Salah satu persoalan yang cukup lama didiskusikan adalah masalah biaya kegiatan. Semua anggota kelompok menginginkan transparansi dalam pengelolaan biaya sehingga salah satu metode yang di gunakan adalah ketua kelompok harus memilih rekening kelompok untuk memudahkan mereka mengkalkulasi kebutuhan biaya yang dimiliki. Kelompok yang terbentuk memiliki ketua.

Selanjutnya sosialisasi dilakukan di Kelurahan Bira Kecamatan Tamalanrea yang di laksanakan pada hari Minggu tanggal 19 Maret 2006 di Gedung SD Negeri Lantebung yang di hadiri penanggungjawab program, Damdim, Aparat kelurahan, ketua LPM, Tokoh Masyarakat masyarakat nelayan. Namun dalam proses sosialisasi kelompok nelayan menolak program ini sehingga kegiatan sosialisasi di hentikan dengan sebuah keputusan bahwa masyarakat tidak dapat menerima program tersebut.

2. Pertemuan Rutin Bulanan

Pertemuan rutin dilakuakn setiap bulannya bertempat masing-masing di rumah ketua kelompok yang di hadiri oleh anggota kelompok.
3. Pembenahan Administrasi Kelompok
Pembenahan administrasi untuk sementara masih dalam pembinaan karena mereka belum memahami tentang pentingnya administrasi kelompok, sehingga hal ini senantiasa disampaikan pada pertemuan rutin ataupun pada saat silaturahmi. Kelengkapan administrasi kelompok yang telah ada antara lain struktur kelompokvdan buku tamu.

4. Evaluasi tanaman untuk persiapan kebutuhan bibit dan penyulaman

Kegiatan ini senantiasa dilakukan sebelum bibit yang tersedia di tanam di areal yang telah di tentukan.

5. Bimbingan teknis penanaman
Bimbingan teknis ini dilakukan Kelurahan Untia pads hari Senin Tanggal 10 April 2006 yang bertempat di Gedung SD Negeri Lae-Lae II Kelurahan Untia dengan menghadirkan Penanggungajawab Program, Bapak Dahlan Sija (BP¬DAS), Dandim, Danramil, Babinsa, clan kelompok kerja yang telah terbentuk serta anggota TNI yang akan dilibatkan sebagai bentuk kepeloporan TNI.
Pada kegiatan ini lebih dititikberatkan pads masalah teknis penanaman mangrove untuk mengurangi kesalahan dalam proses penanaman. Pada sosialisasi ini jugs dipersoalkan masalah waktu penanaman yang tidak seiring dengan cairnya anggaran sehingga kelompok kerja menolak untuk melakukan penanaman lebih awal. Mereka lebih menginginkan melakukan penanaman bersamaan
6. Koordinasi dengan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar
Sebagai pelaksana kegiatan penanaman mangrove ini make Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup clan Keindahan Kota Makassar memiliki kepentingan etas keberhasilan kegiatan ini, sehingga dukungin yang maksimal sangat diharapkan dan mengayomi dan melayani masyarakat dalam memperbaiki mutu lingkungan utamanya hutan mangrove.
7. Kunjungan silaturahmi pada kelompok kerja
Selain untuk mempererat hubungan emosional dan kekerabatan antara pendamping dan kelompok masyarakat maka sudah menjadi bagian dari tugas pendamping untuk melakukan kunjungan silaturrrahmi ke rumah anggota kelompok kerja sekaligus menyampaikan tentang pentingnya pelestarian lingkungan.

II.8 PERMASALAHAN
A. Hambatan
1. Kesadaran anggota kelompok masih sangat kurang
Anggota kelompok memiliki partisipasi yang masih kurang hal ini disebabkan karena mereka menganggap manfaat pertemuan tidak ada serta mereka memiliki kesibukan masing-masing
2. Kegiatan ini masih diangap sebagai suatu proyek sehingga mereka melakukan bukan karena kesadaran akan pentingnya tanaman mangrove akan tetapi lebih pada kepentingan ekonomi (upah)
B. Upaya Tindak Lanjut
1. Melakukan pertemuan disaat masyarakat tidak memiliki aktivitas agar meraka dapat berpartispiasi secara maksimal.
2. Mengintensifkan penyuluhan agar kesadaran akan pentingnya tanaman mangrove semakin mereka sadari tanpa melihat bahwa kegiatan ini adalah sebuah proyek.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Pembinaan kelompok agar terus dilakukan sampai pada proses penanaman dan pemeliharaan mangrove.
2. Koordinasi antara semua stakeholder lebih diintensifkan untuk menemukan titik maksimal dalam penyadaran masyarakat dalam penanaman dan pemeliharaan mangrove.
B. Saran
1. Berikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk melakukan pengelolaan mangrove agar mereka menganggap kegiatan ini adalah sebuah kebutuhan
2. Tidak melibatkan lembaga lain yang sifatnya profit oriented dalam kegiatan penanaman mangrove.

Monday 20 April 2009

Program Langit Biru di Kota Makassar dan Manado (KELOMPOK 6)

Oleh : Kelompok 6
Irawati K111 06 009
Mutmainnah K111 07 014
Nurhidayat K111 07 041
Iyan wahdaniyah K111 07 666
Juraini Pubalos K111 08 580



KATA PENGANTAR

Bismillahi Rahmani Rahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini pada waktu yang telah ditentukan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah ”Partnership” pada FKM-Universitas Hasanuddin.
Layaknya kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak “, Penulis menyadari akan kekurangan dan kelemahan dalam makalah ini, baik dari isi maupun dalam bentuk penyajiannya. Untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan kesediaan semua pihak yang berkepentingan untuk memberikan sumbangsih berupa saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah sehingga dalam waktu mendatang penulis dapat melakukan penyusunan makalah dengan baik dan benar, Insya Allah, Amin.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi kelancaran penyusunan makalah ini.

Wabillahi Taufik Walhidayah
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Makassar ,20 April 2009


Penyusun


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A. Program Langit Biru di Kota Makassar dan Manado
B. Tujuan dan Sasaran rogram Kegiatan Langit Biru
C. Model Kerjasama dalam Program Langit Biru
D. Organisasi mitra yang terlibat
E. Peranan Mitra yang Terlibat
F. Upaya Penanggulangan

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA......


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencemaran udara merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang serius di Indonesia saat ini, terutama di kota-kota besar sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan peningkatan ekonomi transportasi. Jumlah kendaraan bermotor di jalan raya kian hari semakin meningkat, diakibatkan pula karena kemampuan membelinya semakin mudah.
Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia secara umum serta menurunkan kualitas lingkungan. Semakin pesatnya kemajuan ekonomi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan akan transportasi, dilain sisi lingkungan alam yang mendukung hajat hidup manusia semakin terancam kualitasnya, efek negatif pencemaran udara kepada kehidupan manusia kian hari kian bertambah.
Pencemaran akibat asap buangan kendaraan bermotor maupun industri memang merupakan konsekuensi logis dari peningkatan taraf hidup manusia perkotaan, kendaraan dijadikan symbol status social dan gaya hidup, serta penggunaan kendaraan yang kurang efektif dan efesien, contoh : mengendarai kendaraan sejauh 0,5 Km untuk hanya sekedar membeli rokok atau keperluan yang lain, masing-masing anggota keluarga menggunakan kendaraan ke tempat Kerja, Sekolah, Pasar, dan lain-lain.
Kondisi ini masuk akal karena komposisi kendaraan di Indonesia kini diperkirakan 2.877.305 kendaraan penumpang, 1.609.440 kendaraan muatan, 633.368 bis kota dan 12.877.527 sepeda motor, dimana sebagian besar beroperasi di kota-kota besar salah-satunya Kota Makassar dan Manado. Data yang pernah dikeluarkan Biro Lingkungan Hidup DKI menyebutkan kontribusi sektor transportasi terhadap total pencemaran udara yang disebabkan asap knalpot mencapai 66,34%, industri 18,90%, pemukiman 11,21% dan sampah 3,68%. Berdasar bahwa jumlah dan jenis emisi lebih dipengaruhi banyaknya kendaraan bermotor, baik buruknya pemeliharaan mesin, arus lalu lintas, jenis bahan bakar yang dipakai, serta minimnya ruang terbuka hijau, dapat dibayangkan berapa juta volume karbon dioksida (CO2) menetap di udara bila jumlah kendaraan bermotor meningkat 6–8% setiap tahun dan penggunaan bahan bakar meningkat 4% per tahun. Meningkatnya penggunaan bahan bakar selain membentuk lapisan karbon dioksida di udara, juga mengakibatkan tekanan udara bertambah tinggi dan iklim semakin panas. Bila ruang terbuka hijau kian dipersempit, pohon-pohon ditebang untuk keperluan jalan tol, dan gedung pencakar langit terus dibangun, maka terjadi penguapan karbon dioksida semakin deras ke udara. Sehubungan dengan hal ini, beberapa pakar lingkungan dunia mengatakan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan sama banyaknya dengan tuntutan penggunaan bahan bakar.
Pengurangan emisi karbon hingga kini masih diperdebatkan. Negara berkembang meminta agar negara industri maju memelopori pengurangan emisi karbon. Sementara yang bersangkutan justru memanfaatkan ketidakkompakan negara berkembang dalam hal kebijakan energi nasionalnya. Di satu pihak negara industri maju menganggap perlu negara berkembang mengurangi laju konsumsi energi. Di lain pihak mereka justru menganjurkan agar negara berkembang terus meningkatkan konsumsi minyak bumi karena berkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja. Kenyataan sejauh ini, AS pada Konvensi Perubahan Iklim di Jepang tahun 1997 hanya mengatakan bersedia menstabilkan emisinya tahun 2010. Sementara Jepang bersedia menurunkan emisi 5 persen, Uni Eropa 15 persen, negara G-77 sebanyak 7,5% dan Cina 15%. Padahal, tuntutan LSM internasional agar tingkat emisi gas buang dikurangi hingga 20% pada tahun 2000.



B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah ini adalah
1. Mengapa program Langit Biru sebagai upaya pengedalian pencemaran udara di Kota Makassar dan Manado?
2. Bentuk kerjasama dan Pihak yang terlibat dalam program kegiatan ini?
3. Apa-apa saja yang menjadi peranan setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan ini?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kegiatan Program Langit Biru sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan.
2. Untuk mengetahui bentuk kerjasama dan pihak-pihak yang terlibat dalam program Langit Biru.
3. Untuk mengetahui peranan semua pihak yang terlibat dalam program Langit Biru.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Program Langit Biru kota Makassar dan Manado
Program langit biru merupakan program yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor. Program ini dilaksanakan di Kota Makassar dan Manado, mengingat keduaya adalah termasuk kota besar dan padat kendaraan pada Regional Sumapapua.
Kemajuan dan perkembangan industri serta transportasi di Indonesia semakin meningkat terutama di Kota-kota besar seperti Makassar, Manado, Jakarta, Surabaya, Jogja, dan kota-kota besar lainnya. Jumlah penduduk bertambah padat dan lahan sangat terbatas mempercepat terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Hal tersebut merupakan salah satunya pemicu terjadinya pencemaran udara.
Dari hasil pemantauan kualitas udara ambient, di 2 kota besar di Bagian Sulawesi, Maluku, dan Papua yaitu Kota Makassar dan Manado pada jalan dan jam tertentu yang mempunyai aktivitas tinggi parameter seperti CO, Pb, NO¬2, dan SO2 sudah melewati ambang batas, ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah kendaraan bermotor semakin pesat dan tidak dibarengi dengan fasilitas saran dan prasarana transportasi yang memadai. Untuk mengatasi dapat menggunakan bahan bakar minyak yang ramah lingkungan, fasilitas jalan yang memadai, serta ruang terbuka hijau yang cukup.
Kendaraan baru yang ada di Kota Makassar dan Manado sekitar 11% mengeluarkan emisi gas buang yang melebihi ambang batas yaitu mencemari lingkungan sebagai polusi udara, 66% kendaran tidak layak jalan karena emisi gas buang melebihi ambang batas, kendaraan berbahan bakar solar lebih banyak melebihi ambang batas dari pada bahan bakar bensin perbandingannnya yaitu 90% : 60%.


B. Tujuan dan Sasaran Program Langit Biru
Ada beberapa tujuan dan sasaran yang perlu kita ketahui dari Program langit biru ini yaitu
1. Tujuan
a. Meningkatkan koordinasi dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara
b. Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara yang bersumber dari kendaraan bermotor
c. Mengetahui berapa besar emisi kendaran bermotor dapat mencemari udara ambient.
2. Sasaran
a. Adanya kesepakatan tentang perencanaan kegiatan antara KLH (Pusat dan Regional), Pemerintah daerah Provinsi, kabupaten/kota.
b. Tersedianya data kodisi kualitas udara emisi dari kendaraan bermotor.
c. Tersusunnya laporan hasil Monitoring dan Analisis kondisi kualitas udara emisi dari kendaraan bermotor atau sumber bergerak.


C. Model Kerjasama dalam Program Langit Biru

Program langit biru yang diadakan di Kota Makssar dan Manado menggunakan bentuk kerjasama (Partnership) yaitu Community based. Dalam program ini yaitu uji emisi melibatkan berbagai instansi-instansi serta partisipasi dari masyarakat dalam pelaksanaan pengujian emisi kendaraan bermotor.
Bentuk kerjasama Community Based adalah bentuk kerjasama dimana dalam kegiatannya melibatkan partisipasi masyarakat dan beberapa instansi terkait serta LSM.

D. Organisasi Mitra yang Terlibat
Organisasi mitra dan Instansi yang terlibat dalam program langit biru untuk kota Makassar dan Manado adalah
1. Lingkungan Hidup Regional SUMAPAPUA (Sulawesi, Maluku, dan Papua)
2. Pemerintah Daerah Kota Makassar
3. Dinas perhubungan Kota Makassar
4. LLAJR
5. LSM
6. Masyarakat


E. Peranan Mitra yang Terlibat
Peran-peran dari setiap organisasi dan instansi yang terlibat adalah :
1. Lingkungan Hidup Regional SUMAPAPUA (Sulawesi, Maluku, dan Papua)
a. Menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan dalam program ini.
b. Menyediakan Alat pengujian emisi.
c. Pelaksana program kegiatan langit biru.
d. Membuat lapor hasil uji emisi yang telah dilaksanakan
2. Pemerintah Daerah Kota Makassar
a. Monitoring dan Menfasilitasi yaitu lokasi pegambilan sampel.
b. Menentukan titik-titik lokasi dalam pengambilan sampel.
c. Membuat Peraturan Daerah tentang penggunaan kendaraan layak pakai di Kota Makassar.
3. Dinas perhubungan Kota Makassar
a. Melakukan tindak lanjut hasil pengujian emisi kendaraan. Contohnya, kendaraan yang telah diuji dan melebihi ambang batas.
b. Serta memberikan pengawasan terhadap kendaraan yang beroperasi di Kota Makassar dan Manado.
4. LLAJR
a. Ikut serta pada pelaksanaan kegiatan.
b. Mengatur tertibnya jalanan pada saat pengujian kendaraan, karena titik lokasi pengambilan sampel adalah lokasi yang berada pada situasi padat kendaraan dan berada di persimpangan jalan lampu merah.
5. LSM
a. Ikut serta dalam pelaksanaan sebagai pendamping.
b. Evaluasi
6. Masyarakat
a. Kendaraan yang diuji adalah kendaraan milik masyarakat yang beroperasi di kota Makassar dan Manado maka masyarakat ikut serta didalamnya.
b. Peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap kendaraannya dalam pemeliharaannya.

F. Upaya Penanggulangan
Program uji emisi yang diadakan di kota Makassar dan Manado ini dengan menguji kendaraan khususnya Mobil yaitu Mobil yang telah beroperasi sebelum tahun 2000, dimana hasil yang didapatkan adalah semua kendaran yang diuji tidak memenuhi syarat dengan kata lain semua kendaran keluaran sebelum tahun 2000 melebihi ambang batas, ini dikarenakan karena kurangnya pemeliharaan dan perawatan kendaraan itu sendiri sehingga terjadi pembakaran yang tidak sempurna dan menghasilkan emisi berkandung timbal (Pb) yang dapat mencemari lingkungan serta dapat berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri.
Pada program ini masyarakat diajak untuk meningkatan kesadaran dan kepedulian terhadap pengendalian pencemaran Lingkungan Hidup, adapun beberapa solusi dalam mengatasi masalah ini dan termasuk dalam program langit Biru ini adalah:
a. Penggunaan BBM, yaitu penggunaan bensin diganti ke Biofuel (Bahan Bakar Gas), atau bahan bakar Pertamax yang kandungan zat emisi berbahayanya sangat kecil.
b. Menjual Mobil yang lama dan mengganti yang baru setiap 10 tahun, solusi inilah yang telah beberapa Negara telah terapkan dan hasil yang dicapai sangat bagus dan sebaiknya Negara Indonesia juga seperti itu.
c. Pemeliharan Tiap 3 bulan sekali, pemeliharaan kendaraan yang teratur sangat bermanfaat agar kendaran dapat dapat menghasilkan pembakaran bensin yang sempurna dan tidak menghasilkan Timbal (zat pencemar).
d. Adanya peraturan tentang hal ini sehingga masyarakat merasa diawasi, serta sanksi yang diterapkan bagi masyarakat yang tidak menaati peraturan tersebut.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun Kesimpulan dalam makalah ini adalah :
1. Program langit biru merupakan program yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor.
2. Program kegiatan langit biru menggunakan bentuk kerjasama Community Based karena melibatkan masyarakat. Beberapa instansi yang terlibat yaitu KLH Reg. Sumapapua, Pemerintah Daerah Kota Makassar, Dinas perhubungan Kota Makassar, LLAJR, LSM, dan Masyarakat.
3. Peranannya dalam program kegiatan Lagit Biru ini adalah sebagai Penyedia Dana dan Pelaksana (KLH Reg, Sumapapau), Monitoring dan penentu titik-titik lokasi uji emisi (Pemda), Penertib jalanan (LLAJR), pelaku tindak lanjut hasil uji emisi (Dinas perhubungan), pendamping pelaksana (LSM), dan peran masyarakat dalam peningkatan kesadaran dan kepedulian pengendalian pencemaran lingkunganan


B. Saran

Adapun saran yang dalam makalah ini adalah
1. Bagi pemerintah sebagai pelaksana kegiatan Langit Biru agar secara rutin melaksanakan kegiatan tersebut serta adanya pengawasan dan sanksi dalam kegiatan ini.
2. Bagi masyarakat agar sekiranya ikut serta dalam tujuan pengendalian pencemaran lingkungan terutama pencemaran udara ini karena kita tidak lepas dari kebutuhan udara, tidak hanya sekedar sadar saja tetapi juga harus Peduli.

DAFTAR PUSTAKA

Pemprov Harap, 'Program Langit Biru' Ditunjang. http://www.suaramando.com

Inilah Lima Kota Langit Biru Terbaik. http://www.kompas.com

Jakpus Dapat Penghargaan Kota Langit Biru Terbaik. http://www.hupelita.com./indeks.php

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 1996
Tentang : Program Langit Biru
TUGAS MATA KULIAH PARTNERSHIP JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN FKM UNHAS 2010