Thursday 30 April 2009

Program PAMSIMAS dan Program SWASH (Sulawesi Water Suply, Hygiene and Sanitation)

KELOMPOK 1

1.Muhammad Fajaruddin Natsir (K11107022)

2.Nurjana (K11107055)

3.Yunicho (K11107702)

4.Imelda Hajwan (K11107678)

5.Nurul Amir (K11107687)


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pada umumnya metode pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas pemberian materi dalam kelas dan ini belum tentu efektif untuk meningkatkan kualitas mahasiswa. Dalam Mata kuliah partnership sangat dibutuhkan suatu pengamatan secara langsung untuk mengedintifikasi model-model kerja sama yang banyak dilakukan pemerintah. Oleh karena itu dosen mata kuliah partnership memberikan tugas praktek lapangan agar mahasiswa tidak kaku pada saat menghadapi langsung dilingkungan kerja.

B.Tujuan
1.Identifikasi contoh program/proyek dibidang Kesehatan Lingkungan yang membutuhkan kemitraan dalam pelaksanaannya.
2.Identifikasi organisasi pemerintah maupun program swasta yang terlibat dalam program kemitraan dibidang Kesehatan Lingkungan.
3.Identifikasi model kemitraan yang diaplikasikan antara organisasi dalam pencapaian tujuan.
4.Identifikasi peran masing-masing.


BAB II
HASIL LAPORAN

A.Nama Program/Proyek

Nama program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar yaitu Program PAMSIMAS dan Program SWASH (Sulawesi Water Suply, Hygiene and Sanitation) merupkan Program Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman, Bidang Kesehatan Lingkungan. Program ini dilaksanakan pada tahun 2006/2008 di beberapa kecamatan yang ada di Makassar antara lain Kec. Rapocini kel. karunrung, kec. panakukang kel. Tamamaung, panaikang, dan pampang, Kec. biringkanayya kel. bulorongkeng, kec. Tallo kel. kaluku bodowa, Kec. Tamalate kel. barombong, kec. Mamajang kel. karang anyar, dan kec. Manggala kel. bangkala.

B.Latar Belakang
Penyediaan air bersih dan Pengelolaan sanitasi saat ini harus $menjadi prioritas karena permasalahan yang ditimbulkan akibat dari pengelolaan yang kurang baik akan berdampak langsung kepada derajat kesehatan masyarakat. Pembangunan Infrastruktur dalam era otonomi daerah menjadi tanggungjawab sepenuhnya pemerintah daerah. Daerah-daerah yang tidak memiliki alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Masih rendahnya cakupan akses air bersih, jamban keluarga dan tingginya angka Penyakit berbasis lingkungan serta Keterbatasan pemerintah dalam sumber daya dana merupakan faktor pendorong untuk melakukan kerja sama dengan pihak swasta.
Oleh karena itu dibutuhkan peran serta aktif dari semua elemen masyarakat dalam pembangunan infrastruktur ini, khususnya Sektor Swasta dan Lembaga Non Pemerintah yang lain.

C.Tujuan
Untuk meningkatkan cakupan air bersih, antisipasi serta kualitas sanitasi lingkungan serta menurunkan angka penyakit berbasis lingkungan.

D.Organisasi mitra yang terlibat

1.Pemerintah
2.CARE,
3.LPM, dan
4.LSM.

E.Model Kemitraan yang digunakan.
Berdasarkan mitra yang terlibat model kemitraan yang digunakan program ini adalah community based provision, serta berdasarkan perannya masing-masing.

F.Peranan masing-masing mitra yang Terlibat.
1.Pemerintah berperan sebagai tim teknis.
2.CARE nama komunitas peduli berperan sebagai Project Provider, dimana CARE yang bertanggungjawab menyediakan dana.
3.LPM & LSM berperan sebagai Community empowering.

G.Upaya Penanggulangan yang dilakukan.
Dalam kegiatan ini upaya yang dilakukan oleh masing-masing mitra yakni:
1.Pembuatan Jamban,
2. SAB,
3. Perubahan perilaku, serta
4.capacity building

H.Keuntungan masing-masing mitra yang terlibat.
1.Kewajiban pemerintah sebagai penyedia fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terpenuhi.
2.Nama baik pihak swasta terjaga.
3.adapun keuntungan dapat diambil langsung dari pembayaran penggunaan air.

I.Hambatan

Hambatan yang dihadapi selama dijalankannya program ini yaitu Kontribusi masyarakat (khususnya sharing in kind and in case) masih belum maksimal.

J.Upaya tindak lanjut
1.Penilaian Keberhasilan program pada provider
2.KIE pada masyarakat,
3.Input dana APBD untuk sharing

K.Tingkat keberhasilan kerja sama ini
Belum sampai pada tahap evaluasi.


BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar yaitu Program PAMSIMAS dan Program SWASH (Sulawesi Water Suply, Hygiene and Sanitation). Dimana melibatkan Pemerintah, CARE, LPM, dan LSM untuk memenuhi fasilitas yang dibutuhkan masyarakat.
Dalam program ini model kemitraan yang digunakan adalah community based provision, dilihat berdasarkan mitra yang terlibat serta perannya masing-masing. Dimana pemerintah berperan sebagai tim teknis, CARE berperan sebagai Project Provider, dan LPM maupun LSM berperan sebagai Community empowering.

B.SARAN

Pemerintah sebagai pemegang tanggungjawab penuh dalam menyediakan fasilitas kebutuhan masyarakat, agar lebih memperhatikan lagi bagaimana kondisi fasilitas, meskipun fasilitas nantinya telah tersedia tapi perlu pengawasan sehingga masyarakat memanfaatkan fasilitas yang ada dengan sebaik-baiknya dan ini sangat dibutuhkan peran serta masyarakat.

Tuesday 28 April 2009

PROGRAM PENYELENGGARAAN KABUPATEN/KOTA SEHAT

KELOMPOK 2:


EFRINA KALA TASIK K111 06071
SADRAH SAID K111 08585
INDRIANI K111 07021
SURYANI HZ K111 07631
A.NURFITRIANI K111 07


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Saat ini negara kita masih menghadapi musibah baik yang sifatnya penyakit, pencemaran, maupun bencana alam. Sebagian kejadian tersebut telah dilalui seperti Pandemi SARS dan bencana tsunami, namun masih ada yang perlu perhatian serius seperti polio, flu burung, demam berdarah dangue (DBD), diare, pencemaran lingkungan dan busung lapar.
Melihat berbagai masalah tersebut maka tidak menutup kemungkinan di masa datang berbagai masalah kesehatan akan semakin bertambah, khususnya masalah kesehatan lingkungan akan cenderung semakin kompleks bila tidak diimbangi oleh peningkatan sumber daya manusia (SDM), kemampuan menyerap dan menerapkan teknologi, serta perimbangan keragaman kecepatan laju pembangunan tiap daerah kabupaten/kota. Hal ini akan berakibat pula pada keragaman pola penyakit penyebab kematian antar daerah. Berbagai penanggulangan berbagai penyakit tersebut tidak mungkin diatasi sendiri oleh Depkes, sebaliknya tidak mungkin pula sektor terkait dapat membantu mengatasi hal ini tanpa sosialisasi dari pengelola program kesehatan mengenai derajat kesehatan.
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan, dengan demikian konsep pembangunan yang berkelanjutan lebih mengutamakan dampak lingkungan pada kebijakan pembangunan. Rencana peningkatan derajat kesehatan tersebut sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 Tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2004 - 2009 yang merupakan arah dari pembangunan nasional.
Dalam pelaksanaan peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka Depkes yang tugas pokok dan fungsinya telah ditetapkan dalam Perpres No. 9 Tahun 2005 diamanatkan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan dengan fokus peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan masyarakat yang berkualitas yang memuat antara lain 12 program pembangunan kesehatan antara lain Program Lingkungan Sehat dan Program Penyehatan dan Pemberantasan Penyakit.
Salah satu bentuk Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan dalam hal ini program Lingkungan Sehat dan Pemberantasan Penyakit, maka depkes melaksanakan ”Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat”. Pada program ini Dinas kesehatan yang ada di beberapa provinsi bekerjasama dengan Pemerintah Pusat dalam mewujudkan Kabupaten/ Kota sehat demi terciptanya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
B.Rumusan Masalah
1.Apakah yang dimaksud dengan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat ?
2.Bagaimanakah bentuk kerjasama dalam pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat ?
3.Bagaimanakah peran pihak – pihak yang terkait dalam pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat ?
C.Tujuan penyusunan
1.Untuk mengetahui kegiatan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat dalam rangka mewujudkan suatu Kabupaten/ Kota yang Sehat.
2.Untuk mengetahui bentuk kerjasama pada pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat dan pihak pihak yang terlibat dalam program tersebut.
3.Untuk mengetahui peranan dari semua pihak yang terlibat dalam Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat .

BAB II
PEMBAHASAN


A.Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat
Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat merupakan suatu program dalam mewujudkan suatu kondisi kabupaten atau kota yang bersih, nyaman, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dapat dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam proses penyelenggaraannya dilakukan berbabagi kegiatan untuk mewujudkan kabupaten/kota sehat dengan pemberdayaan masyarakat, ataupun melalui forum yang difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten/Kota.
Beberapa permasalahan yang harus diselesaikan dalam rangka menciptakan Kabupaten/ Kota sehat antara lain : kepadatan lalu-lintas, pencemaran udara, perumahan yang krang layak termasuk kriminal, kekerasan dan penggunaan obat terlarang serta pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan, beberapa masalah yang dikemukakan diatas merupakan masalah yang sering dijumpai di Kota. Sedangkan pada daerah kabupaten masih berorientasi pada permasalahan perilaku, sanitasi dasar, pelayanan kesehatan dan sosial, prasarana penunjang kesediaan pangan dan jaminan gizi, kebakaran hutan, pertambangan liar.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut tentunya tidak mudah, meskipun demikian dengan melihat bahwa baik di wilayah kabupaten maupun daerah perkotaan memiliki sumber daya dan potensi yang dapat diberdayakan secara maksimum demi terciptanya Kabupaten/ Kota yang sehat. Namun demikian dalam memberdayakan sumber daya yang ada diperlukan kemitraaan antar pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dengan adanya hubungan kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta maka dapat membantu dalam memperlancar pelaksanaan pembangunan kesehatan lingkungan, perilaku, dan upaya kesehatan demi terwujudnya Kabupaten/ Kota sehat.
Wilayah yang menjadi sasaran dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan Kabupaten/ Kota Sehat khususnya di Sulawesi Selatan adalah seluruh Kabupaten/ Kota yang ada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

B.Tujuan dan Sasaran

Tujuan
Tercapainya kondisi Kabupaten atau Kota untuk hidup dengan bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan sebagai tempat bekerja bagi warganya dengan cara terlaksananya berbagai program-program kesehatan dan sektor lain, sehingga dapat meningkatkan sarana dan produktivitas dan perekonomian masyarakat.
Sasaran
1.Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron dengan kebutuhan masyarakat, melalui pemberdayaan forum yang disepakati masyarakat.
2.Terbentuknya forum masyarakat yang mampu menjalin kerja sama antar masyarakat, pemerintah daerah dan pihak swasta serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujudkan sinergi pembangunan yang baik.
3.Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik,sosial dan budaya serta perilaku dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara adil., merata dan terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di Kabupaten/Kota tersebut secara mandiri.
4.Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk meninggkatkan produktifitas dan ekonomi wilayah dan masyarakatnya sehingga mampu meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik.

C.Mitra – Mitra yang Terlibat dalam Pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat
1.Pemerintah ( Gubernur, Bupati/ Walikota (dalam hal ini Bapedda ) )
2.Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota
3.LSM
4.Masyarakat ( Forum/ Kelompok kerja )

D.Model kemitraan yang digunakan
Berdasarkan peran masing-masing stakeholder serta sumber pendanaan yang diberikan, maka kami menyimpulkan bahwa bentuk kerjasama dalam pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat adalah Community Based Provision ( CBP ). Dalam CBP pengorganisasian dan biaya material biasanya disediakan oleh NGO – NGO, sumbangan – sumbangan, asisten pengurus pembangunan, ataupun pemerintah. Jadi dalam pelaksanaan Kabupaten/ Kota sehat Pemerintah dan Dinas Kesehatan hanya sebagai fasilitator namun kegiatannya sepenuhnya dilaksanakan oleh Kelompok kerja yang terdiri atas tokoh masyarakat dan LSM. Kelompok kerja yang ada tersebut kemudian yang akan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan, memformulasikan kegiatan, melaksanakan dan memantau kegiatan, serta menggerakkan potensi yang ada di masyarakat.

E.Peran masing – masing mitra yang terlibat


1.Pemerintah ( Gubernur, Bupati/ Walikota (dalam hal ini Bapedda )

1.Memfasilitasi kegiatan yang menjadi pilihan masyarakat termasuk dalam penggalian sumber daya masyarakat. Jadi seluruh kegiatan yang dilaksanakan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
2.Mensosialisasikan tatanan dan kegiatan Kabupaten/ Kota sehat dengan memanfaatkan berbagai media.
3.Mengundang organisasi masyarakat, Tokoh masyarakat, stakeholder lainnya untuk membentuk forum dan forum tersebut yang akan membentuk Pokja Kota/ Kabuapten sehat sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan masyarakat.
2.Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota
1.Bersama – sama dengan pemerintah untuk membentuk kelompok kerja dalam pelaksanaan Kabupaten/ Kota sehat.
2.Menetapkan kawasan potensial, sebagai ” entry point”, dalam rangka pelaksanaan Kabupaten/ Kota Sehat.
3.LSM
Sebagai pelaksana kegiatan dalam mewujudkan Kabupaten/ Kota sehat. Dengan dibentuknya Forum yang beranggotakan LSM/ organisasi non pemerintah.
4.Masyarakat
Masyarakat bersama LSM sebagai pelaksana bekerjasama dalam kegiatan mewujudkan Kabupaten/ Kota sehat.
Kegiatan Kabupaten/ kota sehat pada awalnya difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, dimulai dari pembentukan Forum Kabupaten/ Kota Sehat, selanjutnya Forum tersebut membentuk Pokja Kabupaten/ Kota Sehat berdasarkan kebutuhan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Sedangkan pelaksanaan evaluasi kegiatan kota sehat dilakukan oleh Forum dan Pokja Kota Sehat bersama-sama Pemerintah daerah, LSM, Perguruan Tinggi, media massa selaku pelaku pembangunan.

Strategi : Beberapa strategi yang akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan kota sehat di Indonesia sebagai berikut :
1.Kegiatan dimulai dari beberapa Kabupaten/ kota terpilih berupa kegiatan yang spesifik, sederhana, terjangkau, dapat dilaksanakan secara mandiri dan berkelanjutan dengan menggunakan segenap sumber daya yang tersedia.
2.Meningkatkan potensi ekonomi stakeholders kegiatan yang menjadi kesepakatan masyarakat.
3.Perluasan kegiatan ke Kabupaten/ kota lainnya atas dasar adanya minat dari kabupaten/kota tersebut untuk ikut dalam pendekatan kabupaten/ kota sehat.
4.Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui Forum dan Pokja Kabupaten/ Kota Sehat, serta pendampingan dari sector terkait untuk dapat membantu memahami permasalah, menyusun perencanaan dan melaksanakan kegiatan kabupaten/ kota sehat.
5.Menggali potensi wilayah dan kemitraan dengan swasta, LSM, pemerintah, legislates di dalam penyelenggaraan kegiatan kabupaten/ kota sehat.
6.Memasyarakatkan pembangunan yang berwawasan kesehatan di dalam mewujudkan kabupaten/ kota sehat.
7.Meningkatkan promosi dan penyuluhan agar masyarakat hidup dalam kondisi yang tertib hukum, peka terhadap lingkungan fisik, social dan budaya yang sehat.



BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

1.Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat merupakan suatu program dalam mewujudkan suatu kondisi kabupaten atau kota yang bersih, nyaman, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dapat dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
2.Bentuk kerjasama pada pelaksanaan Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat adalah bentuk CBP dimana pemerintah dan Dinkes sebagai fasilitator dan kegiatannya sepenuhnya dilaksanakan oleh Kelompok kerja ( Tokoh masyarakat dan LSM yang menggerakkan masyarakat ).
3.Peranan pihak yang terlibat dalam Program Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat . Pemerintah ( Gubernur, Bupati/ Walikota (dalam hal ini Bapedda ) ) sebagai fasilitator, Dinkes sebagai pihak yang menentukan kawasan potensial dalam pelaksanaan program, LSM dan Masyarakat sebagai pelaksana kegiatan.

B.Saran
1.Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan ini yaitu dengan cara melakukan pemantauan jalannya kegiatan secara rutin
2.Masyarakat diharapkan untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program ini. Hal itu dapat dilakukan melalui perilaku hidup sehat baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Penyebab Kesakitan dan Kematian Dipengaruhi Kondisi Lingkungan dan Perilaku http://www.depkes.go.id
Profil Kabupaten/Kota Sehat http://digilib-ampl.net/detail/detail.php
Pedoman Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat ( Peraturan bersama Menteri Dalam Negeri dan Manteri Kesehatan ). Tim Pembina Kabupaten/ Kota sehat tingkat pusat. 2005

Wednesday 22 April 2009

PROYEK GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN-RHL) KOTA MAKASAR 2005 – 2006

HASIL PENGAMBILAN DATA DINAS KEINDAHAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
Laporan tugas kelompok partnership Oleh:
KELOMPOK III
1. MUHAMAD SUBHAN K 111 07 094
2. OWILDAN WISUDAWAN B. K 111 07 699
3. ADEH IRMARIYANI SAPUTRI K 111 07 040
4. ANDI SURIANA K 111 07 717
5. SRI YULIANA K 111 07 657




BAB I
PENDAHULUAN
I.I. LATAR BELAKANG

Sebagai tugas mata kuliah program partnership kesehatan lingkungan dimana agar mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis-jenis kerjasama dalam lingkup kesehatan lingkungan dan mengetahui peran dari masing masing stakeholder yang langsung pada instansi yang bersangkutan.
I.2. TUJUAN
1. Mengidentifkasi contoh-contah program / proyek di bidang kesehatan lingkungan yang membutuhkan kemitraan dalam pelaksanaan program.
2. Mengidentifikasi orang-orang pemerintah mauoun swasta yang terlibat dalam program kemitraan dibidang kesehatan lingkungan
3. Mengidentifikasi model kemitraan yang di aplikasikan antara orang dalam pencapaian tujuan
4. Mengindentifikasi peran masing-masing organisasi
I.3 SASARAN
Sasaran kegiatan ini adalah masiswa jurusan kesehatan lingkungan yang mengambil mata kuliah partnership. Dan instansi atau organisasi yang bersangkutan.


BAB II
HASIL LAPORAN
II.1 NAMA PROGRAM / PROYEK

Salah satu program yang pernah dilkukan oleh Dinas Keindahan dan Lingkungan Hidup adalah “PROYEK GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN-RHL) KOTA MAKASAR 2005 – 2006”

II.2 LATAR BELAKANG PROGRAM
Hutan mangrove merupakan formasi vegetasi tropika dan sub tropika yang yumbuh dan berkembang pada daerah yang dipengaruhi oleh faktor edefis dan pasang surut laut. Tempat tumbuh yng unik ini menyebabkan hutan mangrove merupakan formasi yang tidak dapat di sub difusi oleh formasi pegetasi lainnya. Selain itu tempat tumbuh hutan mangrove merupakan lahan marginal sehinggan ekosistem bersifat relative labil.
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang memiliki peranan penting baik dari segi ekologi maupun social ekonomi, karena sumber daya ala mini sudah sejak awal di mamfaatkan oleh masyarakat khususnya yang berada di pesisir pantai. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dewasa ini, ekosistem hutan mangrove mengalami tekanan yang sangat serius akibat pemamfaatan yang berlebihan. Dari sisi sumber daya ala mini harus di mamfaatkan secara optimal, agar pembangunan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan.
Dari berbagai informasi yang ada, kerusakan hutan mangrove setiap tahunnya cenderung meningkat yang dicirikan dengan absarsi dan intrusi air laut yang semakin luas di wilayah pantai. Sedangkan sasaran pembangunan kehutanan dewasa ini lebih cenderung pada daerah hulu, sementara pada daerah pantai masih kurang mendapat perhatian sehingga tingkat pendapatan masyarakat masih rendah jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal didaerah hulu.
Untuk mengakomodir maksud tersebut diatas maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutana Sosial Depertemen Kehutanan melalui rehabilitasi daerah pesisir pantai yang mengalami degradasi dituangkan dalam bentuk kegiatan penanaman hutan bakau, yang mana hutan bakau tersebut merupakan salah satu formasi dari hutan mangrove.
Paradigma baru dari pembangunan dewasa ini dimana memamfaatkan masyarakat sebagi [elaku utama perlu didukung dan di wujudkan dalam pelaksanaan agar kegiatan dapat menjadi milik masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka selain keinginan pemerintah juga dilakukan pendamping kelembagaan kelompok tani oleh LSM. Lembaga pendaping ini akan menjadi fasilitator yang menjadi jembatan pemhubung informasi dari masyarakat kepemerintah atau sebaliknya dalam rangka penyadaran, penguatan dan pengembangan kelembagaan yang berazaskan pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan pelestarian hutan secara berkesinambungan. Kegiatan pemdampingan akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mencarikan solusi bagi masalah lingkungan pesisir di sekelilingnya.
Kegitan penanaman hutan mangrove di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar memerlukan bimbingan dan pembinaan yang berkelanjutan, karena pada umumnya masyarakat memeliki pola piker yang sangat sederhana. Pembinaan yang akan dilakukan adalah pembinaan kelembagaan agar masyarakat dapat menumbuhkembangkan partisipasi aktif dalam pembangunan yang lebih terarah dan berkesinambungan.
Kelompok kerja di kelurahan Untia terdiri atas 3 (tiga) kelompok yang beranggotakan masing-masing 15 orang. Kelompok ini akan mengelola 30 ha areal penanaman. Kegiatan pendampingan ini dilakukan oleh Yayasan Lembaga Pendidikan dan Pengelolaan lingkungan (LPPL) Makassar.
II.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dilakukan pendampingan kelembagaan penanaman hutan mangrove adalah
1. Untuk membentuk kelembagaan di tingkat petani dalam penengelolaan penanaman hutan mangrove.
2. Memberdayakan masyarakat disekitar lokasi kegiatan
3. Mewujudkan pengelolaan hutan mangrove yang demokratis dan lebih terbuka
4. Menciptakan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha agar mampu ,endorong perekonomian masyarakat
5. Terwujudnya pengelolaan hutan mangrove yang dinamis, berkelanjutan melalui proses belajar bersama, tukar menukar informasi
6. Timbulnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
7. Meningkatkan kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi masyarakat di sekitar lokasi penanaman.
C. SARARAN KEGIATAN DAN LOKASI
Sasaran kegiatan pendampingan adalah kelompok masyarakat di Kelurahan Untia Kecamatan Barangkanaya Kota Makassar dengan jumlah kelompok sebanyak 3 (tiga) dengan masing – masing kelompok beranggotakan 15 orang. Pada tahun anggaran 2005 model hutan bakau yang dilaksanakan pada proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) melakukan penanaman di areal seluas 30 ha. Kegiatan penanaman yang damping terletak pada wilayah sebagaimana table berikut :
No. Wilayah Lokasi Jenis Kegiatan Satuan (Unit) Luas (ha) Ket.
1 Kelurahan Untia Kec. Barangkanaya Kota Makassar Untia Menanaman mangrove 1 30 -
II.5 ORGANISASI MITRA YANG TERLIBAT
1. Dinas Keindahan Dan Lingkungan Hidup (Pemerintah) dalam hal ini LPPL Makassar
2. LSM
3. Masyarakat di kelurahan Untia dan di Kelurahan Bira.

II.6 MODEL KEMITRAAN YANG DIGUNAKAN

Bentuk kerjasama yang diterapkan dalam proyek diatas adalah Community Based Provision dimana dari stakeholder yang terlibat (pemerintah, pihak swasta dan masyarakat) memiliki peran masing-masing dan saling memiliki keterikatan guna mencapai tujuan antara pihak-pihak yang terlibat diatas.
II.7 PERAN MASING-MASING YANG TERLIBAT
Pemerintah sebagai pihak utama yang menyediakan dana (pohon mangrove), berperan untuk menyediakan proses manajemen, menengahi negosisasi antara CBO dan lembaga yang lebih besar lainnya dalam hal bentuk jaringan kerjasama, pemberian informasi ataupun kebijaksanaan.
Dalam pelaksanaan kegiatan peran masing-masing yaitu:

A. Rencana Kegiatan

Kegiatan pendampingan yang telah di susun dan di rencanakan bersama antara LPPL dengan kellompok kerja adalah sebagai berikut
1. Sosialisasi kegiatan GN-RHL
2. Pertemuan Rutin Bulanan
3. Pembenahan administrasi kelompok
4. Evaluasi tanaman untuk persiapan kebutuhan bibit dan penyulaman
5. Bimbingan teknis penanaman
6. Koordinasi dengan Dinas Pengelolaan LIngkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar
7. Kunjungan silaturahmi pada kelompok kerja

B. Target dan Pelaksanaan Kegiatan

Dari rangkaian kegiatan tersebut maka kegiatan yang telah dilaksanakan adalah antara lain :
1. Sosialisasi kegiatan GN-RHL
Kegiatan pendampingan di arahkan pada kinerja LSM sebagai pendamping kelompok tani pada kegiatan hutan mangrove tahun anggaran 2005. Hasil pendampingan dilkukan melalui beberapa tahapan sosialisasi.
a. Sosialisasi pertama di lakukan pada tingkat ota Makassar dengan pesertanya adalah Aparat Kecamatan, Kepala Kelurahan dan Ketua Lembanga Pemberdayaan Masyarakat (LSM) yang di laksanakan di hotel Berlian jalan Urip Sumoharjo. Pada sosialisasi ini di sampaikan tentang teknis pelaksanaan program, tujuan program dan mamfaat program.
b. Sosialisasi selanjutnya dilaksanakan di kelurahan Untia dan di Kelurahan Bira. Untuk kelurahan Untia di laksanakan pada tanggal 12 Maret 2006 yang dilaksanakan di Gedung Sekolah SD Negeri Lae-Lae II dengan menghadirkan Penanggung Program GN-RHL, pinlak, aparat kelurahan, ketua LPM, Babinsa, Binmas dan anggota masyarakat.

Dalam sosialisasi ini di mulai dengan pemaparan visi dan misi program oleh penanggungjawab program dan selanjutnya di lukukan pembentukan kelompok yang dilakukan pendamping. Kelompok yang terbentuk sebanyak 3 kelompok yang beranggotakan 15 0rang untuk tiap kelompok. Dalam proses pembetukan kelompok timbul dinamika yang cukup dinamis sehingga pembentukan kelompok menjadi a lot dengan penuh demokratis. Kelompok yang terbentuk telah memilih salah seorang diantara mereka untuk menjadi ketua kelompok dengan cara aklamasi. Ketua kelompok ini yang akan bertanggungjawab mengkoordinir anggita kelompoknya dalam kegiatan penanaman hutan mangrove.

Salah satu persoalan yang cukup lama didiskusikan adalah masalah biaya kegiatan. Semua anggota kelompok menginginkan transparansi dalam pengelolaan biaya sehingga salah satu metode yang di gunakan adalah ketua kelompok harus memilih rekening kelompok untuk memudahkan mereka mengkalkulasi kebutuhan biaya yang dimiliki. Kelompok yang terbentuk memiliki ketua.

Selanjutnya sosialisasi dilakukan di Kelurahan Bira Kecamatan Tamalanrea yang di laksanakan pada hari Minggu tanggal 19 Maret 2006 di Gedung SD Negeri Lantebung yang di hadiri penanggungjawab program, Damdim, Aparat kelurahan, ketua LPM, Tokoh Masyarakat masyarakat nelayan. Namun dalam proses sosialisasi kelompok nelayan menolak program ini sehingga kegiatan sosialisasi di hentikan dengan sebuah keputusan bahwa masyarakat tidak dapat menerima program tersebut.

2. Pertemuan Rutin Bulanan

Pertemuan rutin dilakuakn setiap bulannya bertempat masing-masing di rumah ketua kelompok yang di hadiri oleh anggota kelompok.
3. Pembenahan Administrasi Kelompok
Pembenahan administrasi untuk sementara masih dalam pembinaan karena mereka belum memahami tentang pentingnya administrasi kelompok, sehingga hal ini senantiasa disampaikan pada pertemuan rutin ataupun pada saat silaturahmi. Kelengkapan administrasi kelompok yang telah ada antara lain struktur kelompokvdan buku tamu.

4. Evaluasi tanaman untuk persiapan kebutuhan bibit dan penyulaman

Kegiatan ini senantiasa dilakukan sebelum bibit yang tersedia di tanam di areal yang telah di tentukan.

5. Bimbingan teknis penanaman
Bimbingan teknis ini dilakukan Kelurahan Untia pads hari Senin Tanggal 10 April 2006 yang bertempat di Gedung SD Negeri Lae-Lae II Kelurahan Untia dengan menghadirkan Penanggungajawab Program, Bapak Dahlan Sija (BP¬DAS), Dandim, Danramil, Babinsa, clan kelompok kerja yang telah terbentuk serta anggota TNI yang akan dilibatkan sebagai bentuk kepeloporan TNI.
Pada kegiatan ini lebih dititikberatkan pads masalah teknis penanaman mangrove untuk mengurangi kesalahan dalam proses penanaman. Pada sosialisasi ini jugs dipersoalkan masalah waktu penanaman yang tidak seiring dengan cairnya anggaran sehingga kelompok kerja menolak untuk melakukan penanaman lebih awal. Mereka lebih menginginkan melakukan penanaman bersamaan
6. Koordinasi dengan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar
Sebagai pelaksana kegiatan penanaman mangrove ini make Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup clan Keindahan Kota Makassar memiliki kepentingan etas keberhasilan kegiatan ini, sehingga dukungin yang maksimal sangat diharapkan dan mengayomi dan melayani masyarakat dalam memperbaiki mutu lingkungan utamanya hutan mangrove.
7. Kunjungan silaturahmi pada kelompok kerja
Selain untuk mempererat hubungan emosional dan kekerabatan antara pendamping dan kelompok masyarakat maka sudah menjadi bagian dari tugas pendamping untuk melakukan kunjungan silaturrrahmi ke rumah anggota kelompok kerja sekaligus menyampaikan tentang pentingnya pelestarian lingkungan.

II.8 PERMASALAHAN
A. Hambatan
1. Kesadaran anggota kelompok masih sangat kurang
Anggota kelompok memiliki partisipasi yang masih kurang hal ini disebabkan karena mereka menganggap manfaat pertemuan tidak ada serta mereka memiliki kesibukan masing-masing
2. Kegiatan ini masih diangap sebagai suatu proyek sehingga mereka melakukan bukan karena kesadaran akan pentingnya tanaman mangrove akan tetapi lebih pada kepentingan ekonomi (upah)
B. Upaya Tindak Lanjut
1. Melakukan pertemuan disaat masyarakat tidak memiliki aktivitas agar meraka dapat berpartispiasi secara maksimal.
2. Mengintensifkan penyuluhan agar kesadaran akan pentingnya tanaman mangrove semakin mereka sadari tanpa melihat bahwa kegiatan ini adalah sebuah proyek.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Pembinaan kelompok agar terus dilakukan sampai pada proses penanaman dan pemeliharaan mangrove.
2. Koordinasi antara semua stakeholder lebih diintensifkan untuk menemukan titik maksimal dalam penyadaran masyarakat dalam penanaman dan pemeliharaan mangrove.
B. Saran
1. Berikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk melakukan pengelolaan mangrove agar mereka menganggap kegiatan ini adalah sebuah kebutuhan
2. Tidak melibatkan lembaga lain yang sifatnya profit oriented dalam kegiatan penanaman mangrove.

Monday 20 April 2009

Program Langit Biru di Kota Makassar dan Manado (KELOMPOK 6)

Oleh : Kelompok 6
Irawati K111 06 009
Mutmainnah K111 07 014
Nurhidayat K111 07 041
Iyan wahdaniyah K111 07 666
Juraini Pubalos K111 08 580



KATA PENGANTAR

Bismillahi Rahmani Rahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini pada waktu yang telah ditentukan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah ”Partnership” pada FKM-Universitas Hasanuddin.
Layaknya kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak “, Penulis menyadari akan kekurangan dan kelemahan dalam makalah ini, baik dari isi maupun dalam bentuk penyajiannya. Untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan kesediaan semua pihak yang berkepentingan untuk memberikan sumbangsih berupa saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah sehingga dalam waktu mendatang penulis dapat melakukan penyusunan makalah dengan baik dan benar, Insya Allah, Amin.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi kelancaran penyusunan makalah ini.

Wabillahi Taufik Walhidayah
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Makassar ,20 April 2009


Penyusun


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A. Program Langit Biru di Kota Makassar dan Manado
B. Tujuan dan Sasaran rogram Kegiatan Langit Biru
C. Model Kerjasama dalam Program Langit Biru
D. Organisasi mitra yang terlibat
E. Peranan Mitra yang Terlibat
F. Upaya Penanggulangan

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA......


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencemaran udara merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang serius di Indonesia saat ini, terutama di kota-kota besar sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan peningkatan ekonomi transportasi. Jumlah kendaraan bermotor di jalan raya kian hari semakin meningkat, diakibatkan pula karena kemampuan membelinya semakin mudah.
Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia secara umum serta menurunkan kualitas lingkungan. Semakin pesatnya kemajuan ekonomi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan akan transportasi, dilain sisi lingkungan alam yang mendukung hajat hidup manusia semakin terancam kualitasnya, efek negatif pencemaran udara kepada kehidupan manusia kian hari kian bertambah.
Pencemaran akibat asap buangan kendaraan bermotor maupun industri memang merupakan konsekuensi logis dari peningkatan taraf hidup manusia perkotaan, kendaraan dijadikan symbol status social dan gaya hidup, serta penggunaan kendaraan yang kurang efektif dan efesien, contoh : mengendarai kendaraan sejauh 0,5 Km untuk hanya sekedar membeli rokok atau keperluan yang lain, masing-masing anggota keluarga menggunakan kendaraan ke tempat Kerja, Sekolah, Pasar, dan lain-lain.
Kondisi ini masuk akal karena komposisi kendaraan di Indonesia kini diperkirakan 2.877.305 kendaraan penumpang, 1.609.440 kendaraan muatan, 633.368 bis kota dan 12.877.527 sepeda motor, dimana sebagian besar beroperasi di kota-kota besar salah-satunya Kota Makassar dan Manado. Data yang pernah dikeluarkan Biro Lingkungan Hidup DKI menyebutkan kontribusi sektor transportasi terhadap total pencemaran udara yang disebabkan asap knalpot mencapai 66,34%, industri 18,90%, pemukiman 11,21% dan sampah 3,68%. Berdasar bahwa jumlah dan jenis emisi lebih dipengaruhi banyaknya kendaraan bermotor, baik buruknya pemeliharaan mesin, arus lalu lintas, jenis bahan bakar yang dipakai, serta minimnya ruang terbuka hijau, dapat dibayangkan berapa juta volume karbon dioksida (CO2) menetap di udara bila jumlah kendaraan bermotor meningkat 6–8% setiap tahun dan penggunaan bahan bakar meningkat 4% per tahun. Meningkatnya penggunaan bahan bakar selain membentuk lapisan karbon dioksida di udara, juga mengakibatkan tekanan udara bertambah tinggi dan iklim semakin panas. Bila ruang terbuka hijau kian dipersempit, pohon-pohon ditebang untuk keperluan jalan tol, dan gedung pencakar langit terus dibangun, maka terjadi penguapan karbon dioksida semakin deras ke udara. Sehubungan dengan hal ini, beberapa pakar lingkungan dunia mengatakan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan sama banyaknya dengan tuntutan penggunaan bahan bakar.
Pengurangan emisi karbon hingga kini masih diperdebatkan. Negara berkembang meminta agar negara industri maju memelopori pengurangan emisi karbon. Sementara yang bersangkutan justru memanfaatkan ketidakkompakan negara berkembang dalam hal kebijakan energi nasionalnya. Di satu pihak negara industri maju menganggap perlu negara berkembang mengurangi laju konsumsi energi. Di lain pihak mereka justru menganjurkan agar negara berkembang terus meningkatkan konsumsi minyak bumi karena berkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja. Kenyataan sejauh ini, AS pada Konvensi Perubahan Iklim di Jepang tahun 1997 hanya mengatakan bersedia menstabilkan emisinya tahun 2010. Sementara Jepang bersedia menurunkan emisi 5 persen, Uni Eropa 15 persen, negara G-77 sebanyak 7,5% dan Cina 15%. Padahal, tuntutan LSM internasional agar tingkat emisi gas buang dikurangi hingga 20% pada tahun 2000.



B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah ini adalah
1. Mengapa program Langit Biru sebagai upaya pengedalian pencemaran udara di Kota Makassar dan Manado?
2. Bentuk kerjasama dan Pihak yang terlibat dalam program kegiatan ini?
3. Apa-apa saja yang menjadi peranan setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan ini?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kegiatan Program Langit Biru sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan.
2. Untuk mengetahui bentuk kerjasama dan pihak-pihak yang terlibat dalam program Langit Biru.
3. Untuk mengetahui peranan semua pihak yang terlibat dalam program Langit Biru.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Program Langit Biru kota Makassar dan Manado
Program langit biru merupakan program yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor. Program ini dilaksanakan di Kota Makassar dan Manado, mengingat keduaya adalah termasuk kota besar dan padat kendaraan pada Regional Sumapapua.
Kemajuan dan perkembangan industri serta transportasi di Indonesia semakin meningkat terutama di Kota-kota besar seperti Makassar, Manado, Jakarta, Surabaya, Jogja, dan kota-kota besar lainnya. Jumlah penduduk bertambah padat dan lahan sangat terbatas mempercepat terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Hal tersebut merupakan salah satunya pemicu terjadinya pencemaran udara.
Dari hasil pemantauan kualitas udara ambient, di 2 kota besar di Bagian Sulawesi, Maluku, dan Papua yaitu Kota Makassar dan Manado pada jalan dan jam tertentu yang mempunyai aktivitas tinggi parameter seperti CO, Pb, NO¬2, dan SO2 sudah melewati ambang batas, ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah kendaraan bermotor semakin pesat dan tidak dibarengi dengan fasilitas saran dan prasarana transportasi yang memadai. Untuk mengatasi dapat menggunakan bahan bakar minyak yang ramah lingkungan, fasilitas jalan yang memadai, serta ruang terbuka hijau yang cukup.
Kendaraan baru yang ada di Kota Makassar dan Manado sekitar 11% mengeluarkan emisi gas buang yang melebihi ambang batas yaitu mencemari lingkungan sebagai polusi udara, 66% kendaran tidak layak jalan karena emisi gas buang melebihi ambang batas, kendaraan berbahan bakar solar lebih banyak melebihi ambang batas dari pada bahan bakar bensin perbandingannnya yaitu 90% : 60%.


B. Tujuan dan Sasaran Program Langit Biru
Ada beberapa tujuan dan sasaran yang perlu kita ketahui dari Program langit biru ini yaitu
1. Tujuan
a. Meningkatkan koordinasi dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara
b. Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara yang bersumber dari kendaraan bermotor
c. Mengetahui berapa besar emisi kendaran bermotor dapat mencemari udara ambient.
2. Sasaran
a. Adanya kesepakatan tentang perencanaan kegiatan antara KLH (Pusat dan Regional), Pemerintah daerah Provinsi, kabupaten/kota.
b. Tersedianya data kodisi kualitas udara emisi dari kendaraan bermotor.
c. Tersusunnya laporan hasil Monitoring dan Analisis kondisi kualitas udara emisi dari kendaraan bermotor atau sumber bergerak.


C. Model Kerjasama dalam Program Langit Biru

Program langit biru yang diadakan di Kota Makssar dan Manado menggunakan bentuk kerjasama (Partnership) yaitu Community based. Dalam program ini yaitu uji emisi melibatkan berbagai instansi-instansi serta partisipasi dari masyarakat dalam pelaksanaan pengujian emisi kendaraan bermotor.
Bentuk kerjasama Community Based adalah bentuk kerjasama dimana dalam kegiatannya melibatkan partisipasi masyarakat dan beberapa instansi terkait serta LSM.

D. Organisasi Mitra yang Terlibat
Organisasi mitra dan Instansi yang terlibat dalam program langit biru untuk kota Makassar dan Manado adalah
1. Lingkungan Hidup Regional SUMAPAPUA (Sulawesi, Maluku, dan Papua)
2. Pemerintah Daerah Kota Makassar
3. Dinas perhubungan Kota Makassar
4. LLAJR
5. LSM
6. Masyarakat


E. Peranan Mitra yang Terlibat
Peran-peran dari setiap organisasi dan instansi yang terlibat adalah :
1. Lingkungan Hidup Regional SUMAPAPUA (Sulawesi, Maluku, dan Papua)
a. Menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan dalam program ini.
b. Menyediakan Alat pengujian emisi.
c. Pelaksana program kegiatan langit biru.
d. Membuat lapor hasil uji emisi yang telah dilaksanakan
2. Pemerintah Daerah Kota Makassar
a. Monitoring dan Menfasilitasi yaitu lokasi pegambilan sampel.
b. Menentukan titik-titik lokasi dalam pengambilan sampel.
c. Membuat Peraturan Daerah tentang penggunaan kendaraan layak pakai di Kota Makassar.
3. Dinas perhubungan Kota Makassar
a. Melakukan tindak lanjut hasil pengujian emisi kendaraan. Contohnya, kendaraan yang telah diuji dan melebihi ambang batas.
b. Serta memberikan pengawasan terhadap kendaraan yang beroperasi di Kota Makassar dan Manado.
4. LLAJR
a. Ikut serta pada pelaksanaan kegiatan.
b. Mengatur tertibnya jalanan pada saat pengujian kendaraan, karena titik lokasi pengambilan sampel adalah lokasi yang berada pada situasi padat kendaraan dan berada di persimpangan jalan lampu merah.
5. LSM
a. Ikut serta dalam pelaksanaan sebagai pendamping.
b. Evaluasi
6. Masyarakat
a. Kendaraan yang diuji adalah kendaraan milik masyarakat yang beroperasi di kota Makassar dan Manado maka masyarakat ikut serta didalamnya.
b. Peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap kendaraannya dalam pemeliharaannya.

F. Upaya Penanggulangan
Program uji emisi yang diadakan di kota Makassar dan Manado ini dengan menguji kendaraan khususnya Mobil yaitu Mobil yang telah beroperasi sebelum tahun 2000, dimana hasil yang didapatkan adalah semua kendaran yang diuji tidak memenuhi syarat dengan kata lain semua kendaran keluaran sebelum tahun 2000 melebihi ambang batas, ini dikarenakan karena kurangnya pemeliharaan dan perawatan kendaraan itu sendiri sehingga terjadi pembakaran yang tidak sempurna dan menghasilkan emisi berkandung timbal (Pb) yang dapat mencemari lingkungan serta dapat berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri.
Pada program ini masyarakat diajak untuk meningkatan kesadaran dan kepedulian terhadap pengendalian pencemaran Lingkungan Hidup, adapun beberapa solusi dalam mengatasi masalah ini dan termasuk dalam program langit Biru ini adalah:
a. Penggunaan BBM, yaitu penggunaan bensin diganti ke Biofuel (Bahan Bakar Gas), atau bahan bakar Pertamax yang kandungan zat emisi berbahayanya sangat kecil.
b. Menjual Mobil yang lama dan mengganti yang baru setiap 10 tahun, solusi inilah yang telah beberapa Negara telah terapkan dan hasil yang dicapai sangat bagus dan sebaiknya Negara Indonesia juga seperti itu.
c. Pemeliharan Tiap 3 bulan sekali, pemeliharaan kendaraan yang teratur sangat bermanfaat agar kendaran dapat dapat menghasilkan pembakaran bensin yang sempurna dan tidak menghasilkan Timbal (zat pencemar).
d. Adanya peraturan tentang hal ini sehingga masyarakat merasa diawasi, serta sanksi yang diterapkan bagi masyarakat yang tidak menaati peraturan tersebut.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun Kesimpulan dalam makalah ini adalah :
1. Program langit biru merupakan program yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor.
2. Program kegiatan langit biru menggunakan bentuk kerjasama Community Based karena melibatkan masyarakat. Beberapa instansi yang terlibat yaitu KLH Reg. Sumapapua, Pemerintah Daerah Kota Makassar, Dinas perhubungan Kota Makassar, LLAJR, LSM, dan Masyarakat.
3. Peranannya dalam program kegiatan Lagit Biru ini adalah sebagai Penyedia Dana dan Pelaksana (KLH Reg, Sumapapau), Monitoring dan penentu titik-titik lokasi uji emisi (Pemda), Penertib jalanan (LLAJR), pelaku tindak lanjut hasil uji emisi (Dinas perhubungan), pendamping pelaksana (LSM), dan peran masyarakat dalam peningkatan kesadaran dan kepedulian pengendalian pencemaran lingkunganan


B. Saran

Adapun saran yang dalam makalah ini adalah
1. Bagi pemerintah sebagai pelaksana kegiatan Langit Biru agar secara rutin melaksanakan kegiatan tersebut serta adanya pengawasan dan sanksi dalam kegiatan ini.
2. Bagi masyarakat agar sekiranya ikut serta dalam tujuan pengendalian pencemaran lingkungan terutama pencemaran udara ini karena kita tidak lepas dari kebutuhan udara, tidak hanya sekedar sadar saja tetapi juga harus Peduli.

DAFTAR PUSTAKA

Pemprov Harap, 'Program Langit Biru' Ditunjang. http://www.suaramando.com

Inilah Lima Kota Langit Biru Terbaik. http://www.kompas.com

Jakpus Dapat Penghargaan Kota Langit Biru Terbaik. http://www.hupelita.com./indeks.php

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 1996
Tentang : Program Langit Biru
TUGAS MATA KULIAH PARTNERSHIP JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN FKM UNHAS 2010